Selasa, 27-02-2007 17:49:30 oleh: Retty N. Hakim Kanal: Gaya Hidup
Beberapa hari yang lalu saya terhenyak membaca suatu artikel di harian nasional yang terkemuka, di sana penulisnya menuliskan: "sejauh-jauh bangau terbang kembali ke pelimbahan juga." Aduh, seingat saya ini dua peribahasa yang digabungkan! Yang pertama seingat saya adalah "setinggi-tingginya bangau terbang, kembali ke sawah juga", yang kedua adalah "air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga".
Karena itu saya coba membuka kamus umum bahasa Indonesia dari WJS Poerwadarminta dan mencari kata bangau. Ternyata saya menemukan peribahasa ini: "Setinggi-tinggi terbang bangau, surutnya ke kubangan juga". Kamus saya ini memang sudah tempo doeloe...mungkin sudah ada versi terbaru. Kejadian ini membuat saya teringat beberapa kali menemukan hal lain yang tampak sepele tapi menandakan kemampuan berbahasa Indonesia kita yang masih kurang baik. Harian yang saya baca kebanyakan harian terkemuka di Indonesia, bayangkan saja kualitas berbahasa di harian yang kurang kuat editorialnya.
Saya sendiri tidak merasa sudah mapan kemampuan berbahasa Indonesia saya, karena itulah saya memandang perlu kehati-hatian editor dalam memeriksa suatu tulisan. Terus terang saya lupa contoh penulisan lain yang menurut saya tidak berkaidah bahasa dengan benar.
Mengapa saya mencoba menaikkan tema ini? Karena sekarang ini semakin banyak orang yang dengan bangga menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari, termasuk meng"Inggris"kan anaknya. Bukan iri karena tidak sefasih mereka berbahasa asing, tapi saya mengkhawatirkan kemampuan berbahasa Indonesia di kemudian hari. Karena melihat gejala permintaan pasar, maka sekolah-sekolah national plus dan international makin menjamur.
Kemudian anak-anak Indonesia sejak dini dicekoki bahasa Inggris dan bahasa Mandarin atau bahasa Arab. Sementara mereka belum fasih mengeja dalam bahasa Indonesia, mereka mulai mempelajari bahasa lain. Yang muncul adalah gejala bingung bahasa. Pada saat berbahasa Indonesia mereka tidak sanggup berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Beruntung kalau ternyata penguasaan bahasa asing mereka cukup cemerlang, tapi akankah ini menyebabkan erosi perasaan kebangsaan sebagai bangsa Indonesia?
Memang ada komentar bahwa bahasa Indonesia lebih mudah dipelajari daripada bahasa asing, tapi sungguhkah mereka akan lebih rajin belajar bahasa Indonesia di kemudian hari? Atau hanya akan menambahkan serapan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia? Bagaimanapun bahasa Indonesia adalah bahasa yang juga terbentuk dari serapan bahasa-bahasa daerah dan bahasa-bahasa asing. Sementara bahasa daerah secara formal terpinggirkan, akankah bahasa Indonesia menjadi bahasa nomor dua di tanah air?
1 komentar pada warta ini
Selasa, 27-02-2007 18:01:11 oleh: Iin Solihin
Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar itu perlu. Terlebih untuk bahasa tertulis. Sayangnya, kampanye ini masih setengah hati. Timbul tenggelam. Beberapa waktu lalu (biasanya bertepatan dengan Bulan Bahasa), Pusat Bahasa sempat melakukan penilaian terhadap media cetak dari sisi pemakaian bahasa yang baik dan benar menurut kaidah berlaku. Tapi gaungnya nyaris tak terdengar.
No comments:
Post a Comment