Jumat, 23-03-2007 08:31:36 oleh: Retty N. Hakim Kanal: Opini
Hari ini saya membaca harian Kompas (22 Maret 2007), pada halaman 15 ada artikel kecil Lapindo Tetap Minta Sertifikat Tanah. Di bawah ini akan saya sarikan sedikit agar pembaca mengerti persoalannya.
Sebagian besar tanah warga korban lumpur panas Lapindo tidak bersertifikat, sementara untuk memproses ganti rugi tanah dan bangunan korban lumpur dibutuhkan sertifikat tanah dan izin mendirikan bangunan (IMB). Pada rapat Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo tertanggal 13 Maret 2007, sebenarnya telah disepakati untuk menerima bukti kepemilikan tanah berupa Petok D atau Letter C. Tetapi dalam pertemuan warga empat desa korban lumpur panas Lapindo dengan PT Minarak Lapindo Jaya pada tanggal 21 Maret 2007 pertemuan berakhir dengan kekecewaan warga karena pihak PT Minarak Lapindo Jaya bertahan untuk meminta sertifikat dan IMB. Kekecewaan warga begitu mendalam sehingga mereka menggalang cap jempol darah dan akan berunjuk rasa di Jakarta pada tanggal 26,27,28 Maret nanti.
Ada dua hal lain yang cukup penting dalam artikel ini. Hal yang pertama adalah komentar Direktur PT Minarak Lapindo Jaya bahwa bukti kepemilikan tanah berupa Petok D dan Letter C baru dapat diakui bila ada payung hukum berupa peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau peraturan presiden. Hal yang lainnya adalah penegasan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro bahwa tidak semua dampak sosial dan ekonomi yang muncul pascasemburan lumpur Sidoarjo itu terkait langsung pada semburan lumpur di Sumur Banjar Panji-1.
Dalam hal pertama sudah jelas sebagai pihak yang ditunjuk oleh pengusaha untuk memperkecil "kerugian" perusahaan akan mencari jalan untuk mengelak dari tanggung jawab yang pasti lumayan besar bebannya. Maka dalam pandangan saya yang awam, tentunya pemerintah bisa membantu dengan mengeluarkan Peperpu atau PP yang dibutuhkan. Di samping itu saya juga bertanya-tanya apakah untuk hal-hal seperti ini tidak pernah masuk dalam perhitungan dan kalkulasi asuransi perusahaan sebesar Lapindo? Orang awampun saat ini sudah banyak yang mengambil asuransi profesi. Setahu saya seorang dokter gigipun bisa mengambil asuransi profesi untuk persiapan bila dia sewaktu-waktu harus menghadapi tuntutan pasien.
Untuk hal yang kedua, saya bertambah pusing! Yang selalu saya pelajari di sekolah adalah hukum sebab akibat, maka sesudah terjadinya semburan lumpur panas yang sampai sekarang belum juga mereda itu tentunya amat banyak dampak sosial dan ekonomi yang terjadi. Kehilangan tempat tinggal, tempat kerja, tempat bersekolah, dan harta benda lainnya secara bersamaan apakah tidak akan menimbulkan dampak stres sosial yang tinggi?
Beginilah kalau warga mencoba jadi jurnalis, artikel ini cuma bisa saya tutup dengan kebingungan saya. Bagaimana caranya menolong korban semburan lumpur panas Lapindo? Siapa yang harus menolong secara materi dan secara moral? Di mana dan ke mana warga harus mencari keadilan? Kalau di Yogyakarta pada zaman dahulu kala tentunya sudah duduk berjemur di alun-alun kraton menunggu belas kasihan raja, mungkin itu juga yang akan dilakukan warga di depan istana negara?!
2 komentar pada warta ini
Jumat, 23-03-2007 09:09:16 oleh: bajoe
Faktanya warga hanya memiliki letter C, kalau pihak Lapindo coba mengelak dengan berkilah dan bermain di celah hukum soal sertifikat tanah, jelas memang tidak ada itikad baik dari Lapindo untuk menyelesaikan persoalan. Ini kan akal-akalan meliuk-liuk di kelemahan hukum kita. Para pengacara jago-jago soal ini. Tapi satu hal yang tidak bisa ditipu : Lapindo sedang menekuk-nekuk kebenaran. ada pepatah Jawa : 'bener ning ora pener' (benar tapi bukan kebenaran) soal pernyataan Purnomo : sosok ini memang sudah lama bukan bersikap menjadi seorang pejabat negara yang membela kepentingan rakyat banyak. Purnomo adalah humas dari industri enerji yang beroperasi di Indonesia. Membantu korban Lapindo? Entahlah...membaca beritanya saja aku sudah putus asa. Tapi mungkin kalau mereka berunjuk rasa akhir bulan ini, aku akan ikut sebagai bentuk solidaritas. Bisa juga kita kumpulin buku-buku bacaan untuk disumbangkan ke lokasi pengungsian agar anak2 korban Lapindo bisa membaca buku anak-anak. Aku denger Oneng lagi ngumpulin buku-buku. Ada yang punya kontaknya? Atau lewat Mbak Olly? yang sudah pengalaman membantu taman bacaan di kepulauan Seribu.
Jumat, 23-03-2007 11:51:07 oleh: deriz
Dari blog Indonesia Today, Presiden SBY melibatkan Badan Intelijen Nasional (BIN) dalam negosiasi ganti rugi korban Lapindo. http://yosef-ardi.blogspot.com/2007/03/intelligence-agencys-new-role-handling.html
No comments:
Post a Comment