Friday 30 March 2007

Belajar di Sawah? Siapa Takut?!



Selasa, 27-03-2007 17:36:32 oleh: Retty N. Hakim Kanal: Opini
Pengalaman masa kecil yang menyenangkan biasanya akan melekat sepanjang hidup. Memberikan kesempatan pada anak untuk merasakan berbagai macam pengalaman akan memperkaya memori anak dan pada akhirnya juga bisa memperkaya karakter anak. Belajar secara alami tentunya akan lebih menyenangkan dan lebih mudah untuk dicerna.
Anak-anak di kota besar biasanya lebih sulit mengerti arti kata membajak sawah, karena tidak pernah melihat orang membajak sawah. Dengan mengajak anak bermain ke sawah, maka mengenalkan kata “bajak”, “membajak”, serta “kerbau membajak sawah” menjadi jauh lebih mudah karena mereka secara langsung melihat dan terlibat di dalamnya.

Pembelajaran yang terjadi di luar segi bahasa adalah pembelajaran tentang proses, belajar mengenal proses yang menghasilkan beras dari tanaman yang bernama padi. Bagaimana kerja keras petani memungkinkan terhidangnya nasi di meja makan. Merasakan sendiri kelelahan pak tani membantu anak untuk mulai berempati pada kesusahan orang lain.
Mengenal panjangnya proses ini juga dapat mengantarkan anak untuk lebih menghargai pekerjaan orang tuanya sendiri. Memiliki masa kecil yang penuh “warna” memungkinkan anak untuk bertumbuh dewasa dengan karakter pribadi yang kaya dengan berbagai kepandaian (intelektual, emosional, sosial, dll.).
Ingin memiliki anak yang pandai? Isilah masa kecilnya dengan berbagai kegiatan bermain sambil belajar! Yuk, kita ke sawah! Mudah-mudahan besok bisa eksportir beras ya nak!


Foto-foto oleh Kathryn Grace Lontoh


3 komentar pada warta ini


Selasa, 27-03-2007 19:55:08 oleh: Retty
Maaf, ada ralat sedikit...rupanya terlanjur terkirim ketika saya perbaiki. Kalimat terakhir harusnya: "Mudah-mudahan besok bisa jadi eksportir beras ya nak!"


Rabu, 28-03-2007 10:15:53 oleh: Tarjum
Setuju mBak Rety! biar anak-anak kita bisa lebih menghargai profesi petani dan suatu saat nanti mau menggeluti usaha bidang pertanian. Saat ini profesi petani dipandang rendah oleh kebanyakan anak-anak muda, makanya yang sekarang sering kita lihat bekerja di sawah hanya orang-orang tua. Nah, kalau generasi petani seperti mereka sudah tiada, siapa yang akan meneruskan?


Rabu, 28-03-2007 11:36:29 oleh: iim
menjadi eksportir beras kita pernah, jadi importir beras pun pernah juga (sering)... keadaan ini akibat kesalahan kita juga, pergesaran kearah industrialisasi yang utama menjadi penyebabnya, pemaksaan penanaman padi pada lahan-lahan marjinal agar bisa swasembada pangan juga menjadi penyebab utamanya. kita lihat potret Indonesia dimana keanekaragaman sumber daya pangan amat beragam sudah dijadikan satu menjadi nasi (beras). di tipi orang ribut belum makan nasi karena harga naik, lah stok nasi akingnya kok banyak. Ini menandakan ketika harga murah beras ditanak berlebih sehingga terjadi sisa. kalo udah begini siapa yang disalahkan?? Untuk anak-anak, jangan takut kotor kalo mau tahu nyebur aja... semoga bermanfaat kawan

No comments: