Tuesday 23 September 2008

Monkey and money...



I think monkey learn a lot of things from human being, even their passion towards money was planted by human being. Look at this little monkey. He is a little beggar who ask for money, he'll dance, he'll run, or even bicycling to get money...Fortunately he wouldn't mind a thousand rupiah...not as greedy as human being!

Monday 22 September 2008

Saatnya Kaum Muda Bersuara dan Bekerja

Minggu, 21-09-2008 07:37:26 oleh: Retty N. Hakim
Kanal: Peristiwa

Sebelum portal jurnalisme warga lahir di Indonesia, sebenarnya jurnalisme warga sudah ada. Bentuk jurnalisme warga yang paling mendasar adalah surat pembaca. Ketika ruang untuk berbagi kisah dan berbagi komentar terasa semakin penting, sementara dunia maya semakin memperbesar kemungkinan pertemuan yang sulit terjadi di dunia nyata, maka internet pun mulai dilirik untuk ruang pertemuan ini. Mailing list alias milis bisa menjadi sarana bertukar e-mail dalam kapasitas ruang komunikasi, dan juga berfungsi sebagai corong suara pembaca.

28 Juni 2004 adalah hari ulang tahun harian Kompas, dan seorang pemuda bernama Agus Hamonangan mencari-cari ruang pertemuan para pembaca harian Kompas di dunia maya. Tampaknya ruang ini belum tercipta, sehingga dengan modal nekat ia mencoba membuat ruang tempat bertemunya para pembaca kritis dari harian terkemuka di Indonesia ini. Milis Forum Pembaca Kompas lahir tanggal 30 Juni 2004, sebuah milis yang berdiri sendiri, bukan berasal dari dalam organisasi harian Kompas, melainkan murni dari pembaca setia harian ini dengan moderator Agus Hamonangan sendiri. Benar-benar nekat karena saat itu Agus sendiri belum begitu mengenal dunia milis dan perangkat penunjang kerja moderator milis.

Setelah empat tahun berlalu ternyata milis Forum Pembaca Kompas kini sudah menerima sebanyak 7400 anggota. Jumlah yang kecil bila dibandingkan dengan tiras pembaca harian Kompas yang di wikipedia (dibaca di bulan September 2008) dituliskan sebesar 2,25 juta orang pembaca di seluruh Indonesia. Tetapi sebagai ruang pertemuan dimana pembaca dari berbagai tempat di dunia bisa bertemu, tempat diskusi antara penulis dan pembaca, atau hanya sekedar diskusi antara pembaca harian, maka di ruang ini terasa benar suasana berpikir kritis, kepedulian terhadap Indonesia, dan komunikasi dalam suasana demokrasi yang kental. Kualitas dan intensitas komunikasi antar pembaca sangat terasakan.

Tampaknya kehadiran Milis Forum Pembaca Kompas (FPK) ini, walaupun bukan dibidani oleh orang dalam harian ini, juga menjadi sarana komunikasi untuk mengetahui kebutuhan dan aspirasi pembaca harian Kompas. Tidak heran kalau harian Kompas berbaik hati mensponsori pertemuan atau kopi darat ke-5 dari Milis FPK ini di DLoungeXXI, Plaza Senayan. Pertemuan dengan agenda diskusi, buka puasa bersama, serta nonton bareng film Mamma Mia di studio XXI itu, juga mendapat tambahan sponsor dari Indosat berupa tiga buah hadiah door prize yang cukup menggiurkan. Serunya mendapat hadiah tentu sangat menarik, tapi yang lebih seru adalah berkenalan dengan wajah-wajah yang sebelumnya hanya dikenal di dunia maya lewat nama dan e-mail.

Acara diskusi mengetahkan tiga orang pembicara yaitu Sandiaga Uno (sebagai pengusaha muda), Yanuar Risky, analis independen pasar modal- yang juga ketua OPSI (Organisasi Serikat Buruh Indonesia)- sebagai ekonom muda, serta Budiman Sudjatmiko (sebagai politisi muda). Dengan moderator Stefanus Herminoto (Totot), ketiga pembicara mengemukakan pandangan mereka yang bertolak dari pengalaman mereka masing-masing di bidangnya.

Sandiaga Uno lebih menekankan perlunya kaum muda untuk percaya diri dan benar-benar menyingsingkan lengan baju agar bisa ikut serta menyumbangkan sesuatu bagi kemajuan bangsa. Perlunya kaum muda ikut mengusakan peningkatan keberdayaan masyarakat, melalui Usaha Kecil Menengah (UKM) dan kewirausahaan misalnya, agar dalam jangka lima sampai sepuluh tahun ke depan jumlah penduduk miskin Indonesia berkurang paling tidak sepertiga dari jumlah yang ada sekarang.

Yanuar Rizky sebagai pembicara kedua, lebih menekankan perlu adanya komunikasi untuk memperkecil perbedaan antara teori dan kenyataan di lapangan. Pemimpin yang diperlukan menurut Yanuar Rizky adalah pemimpin yang mampu mengubah hal yang negatif menjadi positif, yang memiliki kualitas KAMPRET yang bukan codot, melainkan yang memiliki aspek Kreatif, Aktif, Mandiri, Produktif, Reaktif, Energik, Terintegrasi. Friksi antara pengusaha dan pekerja juga terjadi karena tidak adanya komunikasi. Karena itu dalam pemikirannya, yang penting bagi bangsa ini adalah bagaimana mempunyai lembaga mediasi, dan bagaimana sistim jaminan sosial bisa bekerja agar terjadi peningkatan taraf hidup orang banyak. Peran dan dukungan pemerintah sangat dibutuhkan disini, sebagai contoh diberikan betapa tinggi tingkat kenaikan orang kaya di Cina karena adanya dukungan kebijakan pemerintahnya. Demikian pula dikisahkan perlunya dukungan dari generasi tua kepada generasi pimpinan yang lebih muda seperti yang dilihat dari Cina dan Singapura.

Budiman Sudjatmiko sebagai pembicara menceritakan asal muasal dia berniat terjun masuk ke dalam sistem pemerintahan. Menurutnya tidak bisa generasi muda hanya berteriak-teriak dari luar sementara pekerjaan yang ada berada di dalam sana. Bila ia membandingkan keadaan di Amerika, merujuk pada fenomena Kennedy dahulu maupun Obama kini, maka keadaan Indonesia seharusnya jauh lebih kondusif untuk kaum muda. Demokrasi di Indonesia diperjuangkan oleh orang muda, sehingga mereka berhak untuk ikut menjalankannya. Yang terpenting dari perjuangan itu bukan sekedar membuka pintu demokrasi, melainkan perlunya proses lebih lanjut yang bisa menghasilkan hasil yang memuaskan. Berkaca dari pengalaman Gus Dur sebagai presiden, maka Budiman menegaskan pentingnya strategi dan manajemen dalam melaksanakan niat baik. Gus Dur menurutnya mencoba melakukan terlalu banyak niat baik secara bersamaan tanpa dukungan strategi dan manajemen yang tepat.

Menaggapi pandangan Yanuar Rizky mengenai sistem jaringan sosial, Budiman mengajukan pemikiran mengenai perombakan sistem dimana Jamsostek bisa dikendalikan oleh serikat buruh dan masyarakat sipil. Terdapat dua pilihan, bisa seperti Jerman dimana jaminan kesehatan dan hari tua dipegang oleh masyarakat sipil (civil society), atau seperti di negara Amerika Latin, misalnya Venezuela, dimana peran pemerintah sangat dominan dan pihak swasta tidak boleh masuk ke wilayah strategis. Demikian juga ada dua pilihan antara mengikuti pola Communitarian Democracy seperti Jerman, Jepang, dan Perancis, atau berkiblat kepada Individualist Democracy seperti di Amerika dan Inggris.

Seorang aktivis dari Jepang pernah mengakui kepada Yanuar Rizky bahwa mereka mengembangkan organisasi pekerja mereka berdasarkan union solidarity yang mereka pelajari dari Indonesia pada tahun 1948. Pola komunitas masyarakat Indonesia dan nilai-nilai dasar seperti gotong royong sebenarnya sudah sangat menunjang sebagai dasar untuk kesuksesan kita. Bila ada kerjasama dari berbagai pihak, gotong royong dengan strategi dan manajemen yang jelas, maka Indonesia bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi dan menata kembali kehidupan yang lebih baik.

Milis FPK karena kemajemukan anggotanya mungkin bisa dianggap sebagai Indonesia kecil, dan dengan memanfaatkannya sebagai sarana komunikasi niscaya suara-suara yang berbeda, yang menyuarakan kepentingan rakyat, kepentingan bangsa, akan bisa bergaung lebih keras lagi. Semoga…(tapi jangan lupa singsingkan juga lengan baju dan mulai ikut bekerja).



Oleh-oleh dari Kopdar 5 Milis Forum Pembaca Kompas, 19 September 2008

Baca juga:

http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/message/100762

Ingin ikutan milis? Daftar di: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com

Wikimu sebagai Jembatan Profesionalisme

I've been thinking about the values that a citizen reporter should know. I think blog, mailing list, and citizen journalism website have their own personal meaning to me. While blog is more personal, mailing lists and citizen journalism websites are more into communication with others.

Wikimu is a bit different from other citizen journalism website. Most of its members use it as a kind of their blogs or to introduce their blogs. They are not really thinking about competing the professional journalist, they care only for sharing their opinions. Perhaps it came from the basic of its editorial policy, which is to encourage Indonesians to write. Some passerby readers might think that Wikimu did not have real news, that in the other side it is the real consumers' or readers' opinions on their daily interactive life with news from the mainstream media and news from their own experiences.

Contributor can use wikimu to write out their opinions, and they can also see their own preferences of news, of activities to involve with...they can dig into their own passion and...then...they can go towards professionalism in whatever profession they've chosen. That's why I said that wikimu is the bridge towards professionalism.


Senin, 15-09-2008 16:15:44 oleh: Retty N. Hakim
Kanal: Opini



Sehubungan dengan tulisan saya berjudul “Benarkah Jurnalisme Warga Bebas Nilai?”, saya juga mencoba melihat ke dalam definisi jurnalisme warga secara lebih mendalam. Menurut saya, pertama-tama perlu dibedakan arus informasi yang termasuk dalam kategori jurnalisme warga. Sebagai seseorang yang senang menulis, dan ikut berkecimpung dalam dunia blogging, menjadi anggota milis, serta menjadi kontributor pada portal jurnalisme warga, saya merasa ada sedikit perbedaan dalam pelapisan kategori jurnalisme warga ini. Di bawah ini saya ingin mengungkapkan sedikit kesan pribadi dari beberapa jenis kegiatan jurnalisme warga yang saya ikuti.

Blog

Bagi saya sebuah blog merupakan buku harian terbuka saya di dunia maya. Tetapi saya sadar benar bahwa buku harian ini terbuka untuk umum, sehingga secara otomatis cara penulisan dan isi tulisan tidak segamblang dan sepribadi buku harian saya yang sebenarnya. Pembaca blog saya dan komentator masih sangat sedikit, tapi hal ini memberi saya lebih banyak ruang “bernafas”, artinya saya tidak terlalu terikat dengan kehadiran blog saya. Tidak perlu merasa mengecewakan khalayak ramai bila saya sedang sibuk dan tidak bisa membuat tulisan.

Milis

Ada beberapa macam milis yang saya ikuti, baik milis alumni, milis forum pembaca, maupun milis profesional. Tetapi milis sedikit melelahkan buat saya. Terkadang terlalu banyak surat yang membanjiri kotak surat saya, sehingga saya lebih senang berlangganan rangkuman beberapa surat sekaligus. Tentu saja sebagai resikonya saya sering ketinggalan berita, atau tidak ikut terlibat ketika sedang ada diskusi yang seru.

Portal Jurnalisme warga

Portal jurnalisme warga semacam wikimu ini buat saya lebih menyenangkan. Setiap saat saya punya waktu dan ingin menuangkan tulisan serta menuai pendapat, saya bisa menayangkannya atau mendapatkan opini orang secara cepat (walaupun tulisan saya tidak selalu menuai banyak komentar he..he…he…). Demikian juga jika ingin mencari diskusi yang sedang hangat saya tinggal mencari indeks komentar dan ikut serta menyuarakan pendapat.

Salah satu hal yang menyenangkan di luar komentar pembaca (lihat http://www.wikimu.com/news/displaynews.aspx?id=3158), adalah kehadiran para pewarta profesional yang ikut membantu memberikan pemahaman mengenai etika jurnalistik (lihat antara lain tulisan bung Satrio Arismunandar di http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=857), atau Bung Berthold yang biasanya tidak bosan-bosan berteriak: “Cek dan recek!”

Satu-satunya portal partisipatori warga lokal (dalam bentuk portal jurnalisme warga) yang saya ikuti sebagai kontributor adalah wikimu.com. Keterbatasan waktu membuat saya tidak lebih dari sekedar pembaca dan komentator di portal partisipatori lainnya. Sebenarnya sama dengan bacaan versi cetak di dunia nyata, setiap media daring juga punya konsumen yang berbeda-beda, hanya saja media internet memungkinkan lebih banyak lagi orang lalu lalang yang mampir.

Yang menarik perhatian saya dari Wikimu adalah berbagai perkembangan yang kebetulan terlihat dan tercatat ingatan saya. Salah satu hal yang saya ingat benar adalah blog pak Mimbar. Dahulu blog ini terkesan sepi dan kurang kunjungan, lebih ramai dikomentari di wikimu. Entah apa karena ganti nama, dari “Aku ini Binatang Karang” menjadi “Mimbar Saputro”, atau karena memang Wikimu membantu promosi nama pak Mimbar dengan lebih efektif, maka sekarang ini tampaknya blog pak Mimbar sudah punya penggemar tersendiri. Saya sendiri bila sedang kangen dengan tulisan pak dhe Mimbar pasti melongok langsung ke dapurnya…

Kalau tidak salah, keberadaan bung Berthold sebagai kolektor dan Suhu Tan dengan keahlian feng shuinya juga pernah muncul di media cetak. Ada lagi Agnes Davonar dan Ibu Melly Kiong yang kehadirannya sebagai penulis lebih terasakan setelah perkenalan di Wikimu. Ada juga kehadiran D-Radio yang jadi lebih bergaung kehadirannya bagi pembaca Wikimu, hal ini terlihat dari munculnya tulisan lain mengenai acara di D-Radio di luar acara bersama Wikimu. Tentunya gaung ini terutama terdengar oleh pembaca yang bisa menjangkau frekuensi siaran radio itu, mereka bisa langsung ikutan nimbrung, yang lain bisa juga dengan membuka versi daringnya.

Saya sendiri pernah tiba-tiba didatangi wartawati Nakita untuk menjadi narasumber, setelah membaca tulisan saya di wikimu (lihat http://www.wikimu.com/news/DisplayNews.aspx?id=6925 ), dan dapur saya jadi ikutan numpang mejeng di serial Rumah Interior setelah sebelumnya menerima kunjungan dadakan dari wartawan Tabloid Rumah.

Salah satu kontributor wikimu, Muhammad Nizar, yang mengaku awalnya grogi menulis, akhirnya malah benar-benar terjun menjadi wartawan profesional. Hal seperti ini memang cukup sering terjadi, saya lihat di OhmyNews International juga ada beberapa kontributor muda yang akhirnya menggeluti dunia jurnalistik sebagai profesi mereka.

Tapi tidak tertutup juga kemungkinan adanya wartawan profesional yang menulis di luar topik yang menjadi tanggung jawabnya di harian/majalah tempat kerjanya dan menemukan keasyikan tersendiri lalu menjadi penulis buku dengan tema yang sama.

Kalau diumpamakan dengan makanan maka Wikimu ini mirip makanan kesukaan saya: gado-gado. Kalau membaca harian cetak, atau majalah, maka biasanya sudah ada kriteria tertentu yang bisa kita harapkan di sana. Di Wikimu, pilihannya beragam, dari yang serius sampai santai ada, dari tulisan yang sangat pendek sampai tulisan yang sangat panjang juga ada.

Sempat saya perhatikan setelah acara pelatihan menulis di SMU, ketika sistem Wikimu sudah menyatukan semua kontributor ke beranda, terlihat ada jeda sebentar dari pembaca yang biasanya langganan berkomentar. Mungkin sedikit kaget dengan serbuan berita yang mayoritas buatan siswa-siswi SMU. Tetapi ternyata kemudian penulis-penulis lama tetap rajin berkunjung. Memang, tampaknya semangat utama dari Wikimu adalah untuk mengajak orang-orang berani menulis.

Dari keberanian menulis, kemudian timbul semangat untuk menulis. Berangkat dari hal itu, perhatian terhadap hal-hal yang terjadi di sekitar kita juga bertambah. Hal ini memang terasa bagi saya pribadi, ketika suatu hari melihat orang berkeliling di food court meminta tanda tangan, saya jadi ingin tahu apa yang terjadi. Kalau biasanya saya mungkin tidak terlalu perduli pada kejadian itu (kebetulan meja saya tidak dihampiri), karena penasaran akhirnya jadi tulisan juga.

Kalau berbicara tentang etika jurnalistik, tentunya kita sedang belajar. Tetapi tuntunan nilai kultural, nilai etika, agama, dan berbagai batasan nilai yang kita miliki secara pribadi sudah membantu membentuk filter awal tulisan kita. Dalam interaksi di artikel, yakni melalui sarana komentar, terasa betapa banyak hal yang bisa kita pelajari. Terkadang komentar yang terlontar dengan hati panas akan lebih pedas terasa. Atau, tulisan maupun komentar kita diterima secara berbeda oleh pembacanya. Saya bisa merasakan proses pembelajaran menerima perbedaan pendapat sedang berlangsung, dan juga proses pembelajaran agar dalam memberikan komentar atau menuliskan tulisan bisa lebih berhati-hati.

Jembatan

Kehadiran blog, milis, maupun portal partisipatori warga merupakan jembatan antara warga sebagai perseorangan dengan lingkungan di luarnya. Agak berbeda dengan jaringan pertemanan sosial yang memperluas jaringan pertemanan, jurnalisme warga memungkinkan kita untuk lebih mengenal pandangan dari teman yang baru kita kenal. Tidak jarang dengan orang yang sebelumnya sudah kita kenalpun, masih ada hal-hal yang tidak kita ketahui hanya karena kita tidak pernah membahas masalah itu sebelumnya.

Wikimu saya katakan sebagai jembatan profesionalisme, buat saya hal itu berarti lewat portal ini kita belajar untuk lebih profesional. Bila saya menulis di blog, maka itu adalah pandangan saya pribadi, perasaan saya pribadi. Dengan menurunkannya ke portal partisipatori warga, maka saya perlu menghargai pembaca tulisan tersebut, perlu memberikan fakta-fakta maupun pendapat yang bisa dipertanggung-jawabkan. Tetapi tetap saja tulisan di blog saya tidak bisa seenaknya karena saya juga ingin menjaga kredibilitas nama saya. Hal ini mungkin akan sedikit berbeda dengan blog yang pemiliknya anonim alias tidak dikenal. Tapi akankah kita mempercayai ucapan orang yang tidak kita ketahui identitasnya? Memang masih ada penalaran akal sehat yang akan menguji kebenaran isi blog, tapi tetap saja kredibilitas seseorang berperan besar dalam meraih kepercayaan pembacanya.

Dari artikel Jay Rosen, saya membaca pandangan dari co-editor BoingBoing, Xeni Jardin, ketika ditanya apakah blog akan menggantikan media konvensional, katanya: “Apakah mungkin pasar menggantikan restoran?” Baginya blog merupakan pasar tempat segala macam materi mentah berasal, dan jurnalis profesional menjadi koki handal yang menyulapnya menjadi nikmat hasil olahan restoran. Artinya antara blogger dengan jurnalis profesional bisa terjadi sinergi yang saling mendukung.

Saya sudah melihat ini sinergi ini muncul di Wikimu. Cukup banyak berita yang terlebih dahulu saya baca di Wikimu daripada di harian cetak yang saya baca, tetapi bila wartawan yang mengolah berita memang piawai maka berita itu tetap menyenangkan untuk dibaca karena lebih lengkap dan lebih mendalam pembahasannya.

Ketika saya menulis untuk Wikimu mengenai kegiatan membuat biopori di lingkungan tempat tinggal orang tua saya, tak lama kemudian saya membaca berita yang jauh lebih lengkap di harian Warta Kota. Mungkin saja berita itu sudah lama dipersiapkan, tetapi mungkin juga berita itu lebih disempurnakan lagi karena ingin menampilkan tulisan yang jauh lebih berbobot lagi. Mungkin sebagai kontributor Wikimu, ada sedikit rasa GR (gede rasa he..he...he...) yang berlebih karena merasa situs ini cukup sering ditengok para jurnalis, dan kemudian topik hangat di Wikimu segera menjadi topik hangat yang tampil di media. Kalau benar begitu yang terjadi maka di Wikimu sinergi ini akan jauh lebih terasa karena ruang komentar yang sangat aktif. Pro dan kontra bisa segera muncul di permukaan, sangat menarik sebagai pengukur obyektivitas pandangan. Tentunya parameter obyektivitas ini baru benar-benar bisa dipakai bila pembaca Wikimu memang sangat luas dan berlapis-lapis, dari yang awam sampai yang profesional, dari yang lokal sampai yang global.

Jembatan ke arah profesionalisme, dalam arti bahwa saya berharap bila saya menulis artikel kesehatan, tentunya akan banyak profesional dalam bidang ini yang akan berkomentar bila saya salah dalam mengungkapkan data atau fakta. Dengan demikian kesalah-pahaman yang ada di kepala saya bisa berubah dan tidak diteruskan lagi. Seringkali tulisan yang diturunkan wartawan media cetak menjadi bahan klipping dan terus menjadi bahan kepustakaan, padahal mungkin sudah ada ralat atau kritik yang masuk tapi tidak terbaca oleh pembuat klipping tersebut. Hal ini mungkin akan segera berubah karena banyak harian yang sudah mulai memiliki tampilan daring di dunia maya, tetapi sumber bahan mentah yang beragam ini akan memperkaya dan mempertajam dunia jurnalisme profesional Indonesia.

Bukan hanya profesi jurnalis yang belajar menjadi lebih profesional, tetapi hampir semua profesi akan mengarah ke sana. Dengan masukan dan kritikan yang ada, maka setiap makhluk profesional tidak lagi tinggal di menara gading yang dimilikinya. Buktinya dokter Nury bisa tiba-tiba dikunjungi pasien dengan catatan lengkap keluhan medisnya setelah membaca tulisan bu dokter di Wikimu. Akan terasa perbedaan antara menulis bagi jurnal ilmiah dengan menulis menggunakan bahasa yang populer, dan kita semua belajar dari pengalaman menulis itu. Kita juga bisa belajar mengenali diri dan minat kita, karena secara tidak sadar hal itu akan terasa dalam pilihan topik tulisan. Menggali lebih mendalam ke arah yang benar, berarti mulai bekerja dengan passion (cinta), dan bukan semata tarikan kepentingan materi. Sekarang tinggal bagaimana menjaga agar jembatan ini tetap berdiri…



Semoga bisa bersambung dengan:

Mempertahankan jembatan

Sunday 14 September 2008

What a day!

Actually today I started the day with good news! My internet was able to work properly after the computer got struck by lightning (again...hu...hu...hu...I was panicked as I've got so many commitments that would need my computer!)

Then, after doing all the online work, preparing the children, and struggling through the traffic for more than one hour, brought the children to my parents' house, then I was able to arrive to the museum "in time" (perfect time...as the visitors in the museum were already preparing to make a phone call to Rose). I should be leaving earlier from Serpong! I was actually Martha's back-up, but we decided to do tandem tour with her as the leader. She had problem with her stomach...so I've got to try my best in remembering dates! Yes, I was actually share the same problem with my eldest son: it's hard for us to remember all those years of the history lesson. Usually I need to reread some information before guiding(on dates etc. to remember it the next morning).

Luckily I did have a very nice group of visitors. They were active asking questions and making comments. The highlight tour went on longer than my usual tour, but not as tiring as I usually was.

Then I went to my brother's house to work online and to print out the invitation from Toyota Kijang (and also to see what time is the venue)...it's really a small world, he knew Tuhu (the man in charge for the invitation) from the IYCEY competition.

Back to my parents' house I've got to struggle with those boys to make them take their nap. They do need it or they will fall asleep in the car (like they usually did) on the way to the event. I'd like to take part in the photo session with the new car. I knew that it would be a grumbling session if they do not have their afternoon sleep! But then they were so difficult to wake up! We moved out from the house at five o'clock...late already!

Yet, I did not think of the traffic...and actually I do not even think that the traffic will be that bad! From jalan Wijaya to Pondok Indah Mall 2 it took me an hour. I was not familiar with PIM 2 (he...he...he...it was like a villager came to the city) and I was lost in the parking lot for one hour! Really one hour! We were in already by 18.00 but we arrived inside the mall at about 19.00. I am not bless with a fairy godmother for finding a parking lot. And I saw more than one car who used two parking spaces for only their own car...being very tired, I was a bit angry! I knew now why one blogger do care to upload a post about parking spaces (see it here).

I hate parking lot! I think I never like it, even as a student of architecture...I don't really like to design a highrise building because I did not feel comfortable with all those columns in the parking lot! In the beginning I did not look for valet service as I had computer and some other bags in the car, but then...when I was hopeless I could not find their service booth!

Two hours driving with three fighting boys inside the car could make me insane! I wonder when can we enjoy the facility like MRT in Singapore (with the accuracy of departure and also with safety feeling for its riders). Traffic is something I really hate from Jakarta! Back from the PIM I came into another traffic jam in Pondok Indah and Bintaro before I could go into the toll road. 30 minutes to get out from the mall, and another one hour to go home...

Shuttle bus is OK for me, but their time schedule is not really regular, and it is also depending on the traffic...so we can't have a very tight scheduling with this shuttle bus...sometimes we can be late. But, the worst is the time I lost while waiting without any idea at what time the next bus to go home would arrive! The time schedule is also limited, so we can't really count on it to transport us home after seven in the evening!

Completing my regret of the day...my camera's batteries got exhausted again...so I could not even make a picture from the event for wikimu (I'm usually not really keen on writing about culinary but the waiter put so many things on our table, some looks interesting for the culinary article- though I am not good at writing about culinary!).

I feel grateful to the EO of the event that they were patient enough waiting for us...the boys were not really eating (we visited KFC's drive through counter on our way back,that's how we add some minutes that make our one hour riding back home he...he...he...), but they do enjoy seeing new things. And we do enjoy receiving a small plush toy Kijang. The Toyota Kijang's blog writing competition made me taking up personal blogging too (I found it fun!). I did not really write about traveling, I just wrote out everything about my Kijang.

I heard that the evening event was fabulous, guests seemed happy to go home...winning or not winning! So the new wave marketing is taking on their way...

Benarkah Jurnalisme Warga Bebas Nilai?

Sabtu, 13-09-2008 08:31:05 oleh: Retty N. Hakim
Kanal: Opini



Tuduhan bahwa jurnalisme warga (citizen journalism) dalam berbagai bentuknya, baik dalam bentuk portal partisipatori warga, blog, maupun milis tidak mengenal etika atau bisa dikatakan bebas nilai sudah lama terdengar. Baru-baru ini harian Kompas (Senin, 8 September 2008) mengangkat masalah ini dalam kolom Teknologi Informasi harian tersebut, berjudul “Jurnalisme Warga, Teknologi, dan Bebas Nilai” Menjadi suatu pertanyaan bagi saya bahwa tudingan bebas nilai ini masih kental terasa dalam artikel ini. Apakah benar jurnalisme warga bebas nilai?

Perdebatan mengenai blogger dan jurnalis sudah lama berlangsung di dunia internasional. Tetapi pada awal tahun 2005 Jay Rosen, seorang kritikus pers, penulis, dan dosen jurnalistik dari New York University, menurunkan sebuah artikel yang berjudul “Bloggers vs. Journalists is Over”, bahwa persaingan antara para blogger dan jurnalis sudah usai. Dalam tulisannya yang masih tertayang di dunia maya antara lain dikutip pandangan Rebecca Blood, penulis buku Weblog Handbook, yang menyatakan:

“Ketika seorang blogger menuliskan laporan harian dari sebuah konperensi internasional, seperti yang dilakukan David Steven pada tahun 2002 dari Pertemuan Dunia mengenai Pembangunan yang Berkelanjutan, itu adalah bentuk dari jurnalisme. Ketika seorang reporter majalah menggunakan sebuah press release tanpa mengecek fakta, ataupun berbicara kepada nara sumber tambahan, maka itu bukan sebuah bentuk jurnalisme. Ketika seorang penulis kolom opini memanipulasi fakta untuk membuat kesan yang tidak mengandung kebenaran, maka itu bukan pula jurnalisme. Ketika seorang blogger mencari daftar fakta yang ada dan menemukan bahwa pernyataan seorang figur publik ternyata tidak benar, maka itu adalah bagian dari jurnalisme. Ketika seorang reporter mengutip pernyataan seorang politikus tanpa memverifikasikan apakah hal itu benar, maka itu bukan bentuk jurnalisme.”


Pandangan serupa saya dapat dari percakapan e-mail dengan Dan Gillmor, salah satu penggiat jurnalisme warga, ketika saya menanyakan perbedaan antara blogging dan citizen reporting. Menurutnya tidak ada batasan yang jelas untuk membedakan antara blogger dengan citizen reporter, karena memang ada berbagai macam bentuk portal citizen journalism. Ada komunitas blog, ada portal citizen journalism (partisipatori warga). Ada blog dan portal partisipatori warga yang melalui proses editing, ada yang tidak.

Kejadian Tsunami yang melanda Asia (termasuk di dalamnya Aceh dan Nias) membukakan mata dunia bahwa jurnalisme warga merupakan satu aset yang berharga dan bisa membantu dunia jurnalistik. Hal ini dikutip Jay Rosen dari blog Steve Outing, yang catatannya tentang sebelas lapisan citizen journalism seringkali digunakan dalam membicarakan jurnalisme warga. Partisipasi warga sebagai saksi mata selain memberikan nuansa yang berbeda, dalam kasus-kasus seperti kejadian penabrakan pesawat di WTC (New York, 2001), tsunami di Asia (2004), maupun pemboman di London (2005) juga memberikan berita dengan kecepatan yang jauh lebih cepat daripada jalur media konvensional.

Tentu saja ada beberapa hal lain yang juga terekam dari partisipasi warga ini. Dari kejadian bom di London lalu timbul juga pertanyaan apakah para pewarta warga ini juga sudah menjadi paparazzi? Dalam hal pengambilan gambar dalam kaitannya dengan privasi orang di ruang publik memang menjadi hal yang penting bagi media konvensional yang berpegang pada etika jurnalistik. Bagi Dan Gillmor yang bisa mencegah hal itu hanya norma kultural dan pengembangan kesepakatan bersama tentang privasi di ruang publik.

Tulisan Jay Rosen yang diturunkan setelah mengikuti Konperensi “Blogging, Journalism, and Credibility” itu menganggap perseteruan blogger dan jurnalis sudah usai. Filter editorial bisa juga diperoleh secara daring bila orang berinteraksi dengan berita itu. Kredibilitas bagi sebuah media akan banyak berhubungan dengan kepercayaan yang diperolehnya, dan kepercayaan itu akan membesarkan merek (brand) yang diusungnya. Bagi seorang penulis hal yang sama juga berlaku, kredibilitas akan mempengaruhi kepercayaan publik kepadanya.

Menurut Dan Gillmor sudah menjadi tugas pembaca untuk mencari sumber informasi yang dapat dipercaya, entah dari reputasi sumber itu, atau dari rekomendasi orang lain, maupun analisa pribadi orang itu atas berita yang sedang dibacanya.

Jadi apakah sebuah berita daring bebas nilai? Rasanya tidak, melalui situasi interaktif akan terbentuk sanggahan bila ada hal yang salah. Berharap lebih banyak lagi orang-orang yang profesional di bidangnya masing-masing untuk memberikan masukan dan sanggahan sehingga akan menjadi sumber informasi yang lebih akurat.

Apakah jurnalisme warga di Indonesia berkembang liar dan tidak mencerminkan prinsip-prinsip jurnalisme? Melalui kegiatan interaktif artikel dan komentar pembaca (yang diharapkan bisa memberi masukan dari masyarakat awam maupun professional di bidang yang dibahas artikel tersebut), akan tercipta proses pembelajaran kepada masyarakat untuk pandai memilah sumber informasi. Dalam proses ini penulis informasi juga bisa belajar melihat reaksi yang timbul dari tulisannya. Dari situ akan timbul kesadaran mengapa suatu hal menjadi hal yang sensitif, dan mengapa suatu tulisan bisa membuat opini yang jauh berbeda dari pikiran awal penulis. Para jurnalis media juga bisa memanfaatkan hal ini untuk belajar dan lebih meningkatkan profesionalitas mereka.

Apakah tulisan yang dimuat di portal daring dianggap sebagai kebenaran hakiki? Pembaca, terutama yang saat ini mampu menjangkau ranah internet di Indonesia, tentunya sudah mempunyai filter-filter yang jauh lebih tinggi daripada masyarakat awam. Filter-filter ini yang akan menjadi penyaring informasi media yang tidak benar yang bisa jadi akan menjadi opini publik yang salah. Filter seperti ini yang diharapkan bisa berkembang dalam forum-forum komunikasi masyarakat.

Di wikimu cukup banyak kontributor yang setiap kali menyuarakan pentingnya pemeriksaan ulang sumber berita. Yang tidak bosan mengingatkan bahwa sumber seperti Wikipedia juga seringkali tidak sempurna, atau memberikan masukan tentang etika dan tuntunan dalam menulis untuk konsumsi publik. Tetapi pembelajaran yang paling berarti berada di dalam interaksi itu sendiri. Jadi kalau anda sekarang membaca artikel, jangan lupa klik kolom komentar, dan baca komentar-komentar yang masuk!

Ayo Berbagi, Bukakan Jendela Dunia Bagi Sesama...

Minggu, 31-08-2008 11:57:28 oleh: Retty N. Hakim
Kanal: Gaya Hidup

Bagi saya, ungkapan “buku adalah jendela dunia” sangat bermakna, karena buku memang membukakan mata saya terhadap banyak hal yang ada di dunia ini. Saya sudah bisa bermimpi tentang Eiffel dan Louvre, sebelum bisa menjejakkan kaki kesana, karena membaca buku. Saya sudah bisa membayangkan alam di dasar laut (walaupun sampai sekarang tidak bisa menyelam) karena buku dari Jules Verne.

Buku adalah dunia yang menawarkan berbagai pengetahuan dunia. Televisi juga memperkaya pengetahuan saya, tapi ada satu hal yang tidak sanggup ditawarkannya…kemampuan berkhayal! Televisi maupun film memperlihatkan aspek yang ada, yang tertangkap oleh sutradara maupun lensa kamera, tapi ia tidak mampu memberi waktu untuk mengembangkan imajinasi dan penalaran.

Mungkin itu sebabnya saya kurang suka menonton film yang sudah saya baca terlebih dahulu versi cetaknya. Terkadang ekspektasi terhadap karakter dan pertokohan lebih kuat di dalam imajinasi daripada di dalam tampilan film. Rasanya saya tidak sendirian dalam hal ini, seorang teman berkomentar setelah menonton film ‘Ayat-ayat Cinta’: “Ah, nyebelin…lain dari bukunya, di film Maria itu sempat sembuh dan mereka hidup bertiga satu rumah.” Ya, sebenarnya sih keadaan Maria di saat sakit dan menjelang kematiannya itu yang sangat kuat membawa pesan kemanusiaan buku ‘Ayat-ayat Cinta’, tetapi film yang terlalu terpaku pada buku bisa jadi tidak akan menarik bagi pemirsa layar kaca maupun layar lebar.

Ketika dahulu menonton film televisi ‘Dunia Tanpa Koma’, rasanya tidak sabar ingin mencari dan membaca versi cetaknya saja. Pergulatan pikiran, maupun kekuatan karakter (walaupun berhasil ditampilkan dengan baik oleh para pemain dan sutradara) rasanya akan lebih pas bila saya kembangkan sendiri dalam imajinasi. Bila kehilangan satu episode saja bisa jadi ada hal penting yang terlepas dari pengamatan.

Dengan buku tidak ada adegan yang terlepas, karena setiap saat ada kemungkinan untuk kembali lagi membaca bagian yang sudah lalu. Hal itu terutama sering saya lakukan ketika membaca buku karangan Agatha Christie, atau cerita misteri lainnya.

Dari buku fiksi saya memang banyak juga belajar tentang karakter dan emosi manusia. Dari buku ilmu pengetahuan dan teknologi saya belajar banyak hal-hal baru dalam dunia pengetahuan. Setiap buku menyumbang isi dari memori di komputer tercanggih ciptaan Tuhan yang harus saya jaga ini…

Banyak orang yang karena keterbatasan mereka tidak bisa memperoleh jendela dunia ini, karena itu tidak ada salahnya bila kita yang mampu ikut menolong memberikan jendela-jendela itu.

Para blogger yang sedang bersiap-siap menyambut Pesta Blogger 2008 rupanya menyadari hal ini. Karena itu salah satu dari bagian gerakan “blogging for society” menyertakan acara menyumbang buku bagi orang-orang yang membutuhkannya (lihat http://1000buku.dagdigdug.com/faq/ dan http://1000buku.dagdigdug.com/2008/08/29/kumpul-blogger-kumpul-buku/).

Disamping kegiatan kumpul 1000 buku itu, ada juga kegiatan menyumbang buku untuk tunanetra. Caranya? Bisa dengan memberi bantuan tenaga untuk mengetik buku, atau bagi penulis bisa memberikan izin pemakaian soft copy bukunya agar bisa diterbitkan dalam buku Braille. (Untuk lebih jelasnya baca di http://www.mitranetra.or.id/puisi/)

Ada banyak kegiatan sejenis yang menantikan uluran tangan anda. Ayo kumpulkan buku-buku yang tidak anda baca lagi, dan sumbangkan! Atau…anda mau menyumbang buku yang baru? Lebih indah lagi!

Tuesday 2 September 2008

Give Earth Her Time to Breath...only ten minutes!

Bahasa Indonesia:

Menggelapkan dunia: Pada tanggal 17 September 2008 dari pukul 21:50 sampai 22:00 (waktu setempat) diusulkan untuk mematikan semua lampu, bila memungkinkan juga semua peralatan listrik, supaya planet bumi bisa "bernafas".

Bila banyak yang ikut serta dalam kegiatan ini maka energi yang terhemat sangat luar biasa. Hanya sepuluh menit saja, dan lihat apa yang terjadi.

Ya, hanya sepuluh menit dalam kegelapan, nyalakan lilin...
Perhatikanlah, kita bernafas, demikian juga dengan planet kita.
Ingatlah bahwa persatuan itu adalah kekuatan, dan Internet bisa sangat berpengaruh...bahkan bisa menghasilkan sesuatu yang sangat luar biasa!

Bagikan berita ini, bila anda memiliki teman di negara lain, kirimkanlah berita ini melalui e-mail.


ESTE APAGÓN SERÁ DE 21:50 A 22:00, A LA MISMA HORA LOCAL DE CADA PAÍS EN TODO EL MUNDO.
On Wendesday, September 17, 2008, I invite people around the world to turn off their lights for ten minutes – from 9:50pm to 10:00pm in their local time zone.


Castellano:
Oscuridad mundial: En Septiembre 17, 2008 desde las 21:50 a las 22:00 horas.
Se propone apagar todas las luces y si es posible todos los aparatos eléctricos, para que nuestro planeta pueda 'respirar'.
Si la respuesta es masiva, la energía que se ahorra puede ser brutal.
Solo 10 minutos y vea que pasa.
Si estamos 10 minutos en la oscuridad, prendamos una vela y simplemente la miramos y nosotros estaremos respirando y nuestro planeta.
Recuerde que la unión hace la fuerza y el Internet puede tener mucho poder y puede ser aun algo más grande.

Pase la noticia, si usted tiene amigos que viven en otros países envíeselo a ellos.

Ingles:
Darkness world: On September 17, 2008 from 21:50 to 22:00 hours.
Proposes to delete all lights and if possible all electrical appliances, to our planet can 'breathe'.
if the answer is massive, energy saving can be brutal.
Only 10 minutes, and see what happens.
Yes, we are 10 minutes in the dark, we light a candle and simply
Be looking at it, we breathe and our planet.
Remember that the union is strength and the Internet can be very power and can
Even do something big.

Moves the news, if you have friends to live in other countries send to them.

Chino:
黑暗的世界:對2008年9月17日從21時50分至22:00 。
這是建議關掉所有電燈及可能的話,所有電器,使我們的星球可以'呼吸' 。
如果答案是大規模,節能,可殘酷的。
只有10分鐘,並看看會發生什麼情況。
如果我們10分鐘,在黑暗中,成衣蠟燭和簡單的外觀和我們將呼吸和我們的星球。
記得當時的聯盟是實力和在互聯網上可以有很大的權力和,甚至可以更大一些。
通過新聞.

Portugués:
Escuridão mundial: No dia 17 de Setembro de 2008 das 21:50 às 22:00 horas
propõe-se apagar todas as luzes e se possível todos os aparelhos eléctricos, para o nosso planeta poder 'respirar'.
Se a resposta for massiva, a poupança energética pode ser brutal.
Só 10 minutos, para ver o que acontece.
Sim, estaremos 10 minutos às escuras, podemos acender uma vela e simplesmente
ficar a olhar para ela, estaremos a respirar nós e o planeta.
Lembrem-se que a união faz a força e a Internet pode ter muito poder e podemos
mesmo fazer algo em grande.

Passa a notícia, se tiveres amigos a viver noutros países envia-lhes.

Árabe:
ظلام العالم : على 17 سبتمبر 2008 من الساعة 21:50 الى 22:00
ويقترح حذف جميع الانوار واذا امكن جميع الاجهزه الكهرباءيه ، ويمكن لكوكبنا 'تنفس'.

اذا كان الجواب هاءله ، ويمكن الاقتصاد في استهلاك الطاقة وحشية.
خلال 10 دقائق فقط ، ونرى ما سيحصل.
نعم ، نحن على 10 دقائق في الظلام ، ونحن على ضوء شمعة وببساطة
ان النظر اليها ، ونحن نتنفس وكوكبنا.
نتذكر ان الاتحاد هو القوام وشبكة الانترنت يمكن ان تكون بالغة القوة ويمكن
حتى تفعل شيئا كبيرا.
التحركات الاخبار .

Francés:
Darkness monde: Le 17 Septembre 2008 de 21:50 à 22:00 heures
Propose de supprimer toutes les lumières et, si possible, tous les appareils électriques, à notre planète peut 'respirer'.
Si la réponse est massive, les économies d'énergie peuvent être brutales.
Seulement 10 minutes, et de voir ce qui se passe.
Oui, nous sommes 10 minutes dans le noir, on allume une bougie et simplement
Être regarder, que nous respirons et de notre planète.
N'oubliez pas que l'union fait la force et l'Internet peuvent être très électricité et peut

Même faire quelque chose de grand.
Déplace l'actualité.

Griego:
Σκοταδι κοσµο: Στις 17 Σεπ του 2008 απο 21:50 εως 22:00 ωρες
Προτεινει να διαγραψει ολα τα φωτα και αν ειναι δυνατον, ολες τις ηλεκτρικες συσκευες, να πλανητη µας µπορει να «αναπνεει».
Εαν η απαντηση ειναι µαζικη, η εξοικονοµηση ενεργειας µπορει να ειναι κτηνωδης.
Μονο 10 λεπτα, και να δουµε τι συµßαινει.
Ναι, ειµαστε 10 λεπτα στο σκοταδι, θα αναψει ενα κερι και απλα
Να εξεταζουµε, που αναπνεουµε και τον πλανητη µας.
Θυµηθειτε οτι η ενωση ειναι η δυναµη και το Internet µπορει να ειναι πολυ δυναµη και µπορουν να
Ακοµη κανουµε κατι µεγαλο.

Μετακινησεις την ειδηση, αν εχετε φιλους να ζουν σε αλλες χωρες να στειλουν τους και τους.


Alemán:
Darkness Welt: Am 17 September 2008 von 21:50 bis 22:00 Uhr
Schlägt vor, alle Lichter zu löschen und, wenn möglich, alle elektrischen Geräte, die unseren Planeten kann 'atmen'.
Wenn die Antwort ist derb, Energieeinsparung kann brutal.
Nur 10 Minuten, und sehen Sie, was passiert.
Ja, wir sind 10 Minuten im Dunkeln, wir Licht einer Kerze und einfach
Sei es bei der Suche, die wir atmen, und unseres Planeten.
Denken Sie daran, dass die Gewerkschaft ist Stärke und das Internet kann sehr Macht und können
Selbst etwas tun groß.

Verschiebt den Nachrichten.

Ruso:
Ночь на Земле: 17 сентября 2008 года с 21:50 до 22:00 часов отключите все огни, и, по возможности, все электроприборы, чтобы наша планета могла спокойно 'подышать' хоть 10 минут.
В случае массового участия, этот проект приведет к огромному сбередению энергии по всему земному шару. Всего только 10 минут, и вы увидите как важен будет результат.
За эти 10 минут можно просто посидеть в темноте, зажечь свечу и посидеть при ее свете. А за это время наша планета успеет спокойно отдышаться.
Помните, что совместное действие - это мощь, а Интернет - это великая сила, вместе мы можем добиться очень многого.

Сообщи о нас другим!!!

Holandés:
Darkness wereld: Op 17 September 2008 van 21:50 tot 22:00 uur
Stelt voor om alle lichten en zo mogelijk alle elektrische apparaten, om onze planeet kan 'ademen'.
Indien het antwoord is enorm, de energiebesparing kan worden wreder.
Slechts 10 minuten, en zie wat er gebeurt.
Ja, we zijn 10 minuten in het donker, we licht van een kaars en gewoon
Wordt kijken, we inademen en onze planeet.
Vergeet niet dat de unie is kracht en het internet kan zeer macht en kan
Zelfs iets te groot.

Vertrokken het nieuws.

Ayo Berbagi, Bukakan Jendela Dunia Bagi Sesama...

Minggu, 31-08-2008 11:57:28 oleh: Retty N. Hakim
Kanal: Gaya Hidup

Bagi saya, ungkapan “buku adalah jendela dunia” sangat bermakna, karena buku memang membukakan mata saya terhadap banyak hal yang ada di dunia ini. Saya sudah bisa bermimpi tentang Eiffel dan Louvre, sebelum bisa menjejakkan kaki kesana, karena membaca buku. Saya sudah bisa membayangkan alam di dasar laut (walaupun sampai sekarang tidak bisa menyelam) karena buku dari Jules Verne.

Buku adalah dunia yang menawarkan berbagai pengetahuan dunia. Televisi juga memperkaya pengetahuan saya, tapi ada satu hal yang tidak sanggup ditawarkannya…kemampuan berkhayal! Televisi maupun film memperlihatkan aspek yang ada, yang tertangkap oleh sutradara maupun lensa kamera, tapi ia tidak mampu memberi waktu untuk mengembangkan imajinasi dan penalaran.

Mungkin itu sebabnya saya kurang suka menonton film yang sudah saya baca terlebih dahulu versi cetaknya. Terkadang ekspektasi terhadap karakter dan pertokohan lebih kuat di dalam imajinasi daripada di dalam tampilan film. Rasanya saya tidak sendirian dalam hal ini, seorang teman berkomentar setelah menonton film ‘Ayat-ayat Cinta’: “Ah, nyebelin…lain dari bukunya, di film Maria itu sempat sembuh dan mereka hidup bertiga satu rumah.” Ya, sebenarnya sih keadaan Maria di saat sakit dan menjelang kematiannya itu yang sangat kuat membawa pesan kemanusiaan buku ‘Ayat-ayat Cinta’, tetapi film yang terlalu terpaku pada buku bisa jadi tidak akan menarik bagi pemirsa layar kaca maupun layar lebar.

Ketika dahulu menonton film televisi ‘Dunia Tanpa Koma’, rasanya tidak sabar ingin mencari dan membaca versi cetaknya saja. Pergulatan pikiran, maupun kekuatan karakter (walaupun berhasil ditampilkan dengan baik oleh para pemain dan sutradara) rasanya akan lebih pas bila saya kembangkan sendiri dalam imajinasi. Bila kehilangan satu episode saja bisa jadi ada hal penting yang terlepas dari pengamatan.

Dengan buku tidak ada adegan yang terlepas, karena setiap saat ada kemungkinan untuk kembali lagi membaca bagian yang sudah lalu. Hal itu terutama sering saya lakukan ketika membaca buku karangan Agatha Christie, atau cerita misteri lainnya.

Dari buku fiksi saya memang banyak juga belajar tentang karakter dan emosi manusia. Dari buku ilmu pengetahuan dan teknologi saya belajar banyak hal-hal baru dalam dunia pengetahuan. Setiap buku menyumbang isi dari memori di komputer tercanggih ciptaan Tuhan yang harus saya jaga ini…

Banyak orang yang karena keterbatasan mereka tidak bisa memperoleh jendela dunia ini, karena itu tidak ada salahnya bila kita yang mampu ikut menolong memberikan jendela-jendela itu.

Para blogger yang sedang bersiap-siap menyambut Pesta Blogger 2008 rupanya menyadari hal ini. Karena itu salah satu dari bagian gerakan “blogging for society” menyertakan acara menyumbang buku bagi orang-orang yang membutuhkannya (lihat http://1000buku.dagdigdug.com/faq/ dan http://1000buku.dagdigdug.com/2008/08/29/kumpul-blogger-kumpul-buku/).

Disamping kegiatan kumpul 1000 buku itu, ada juga kegiatan menyumbang buku untuk tunanetra. Caranya? Bisa dengan memberi bantuan tenaga untuk mengetik buku, atau bagi penulis bisa memberikan izin pemakaian soft copy bukunya agar bisa diterbitkan dalam buku Braille. (Untuk lebih jelasnya baca di http://www.mitranetra.or.id/puisi/)

Ada banyak kegiatan sejenis yang menantikan uluran tangan anda. Ayo kumpulkan buku-buku yang tidak anda baca lagi, dan sumbangkan! Atau…anda mau menyumbang buku yang baru? Lebih indah lagi!

Books are the window to the universe. This statement is so true for me! I've been dreaming about the Eiffel tower and Louvre long before I could fly over to France.
I can imagine the life under the sea from Jules Verne's story eventhough I've never been able to dive into the sea...even today!

Indonesian bloggers were also concern about the availability of books for those who don't have access to books, so one activity in its "blogging for society" is collecting books for those whose in need of it.

This post is to make people aware to the activity
, but also to remind them that there are other community who also in need of books...those visually impaired people. I think it is important to help providing books in Braille. Listening is off course easier than reading, so we do need to help make reading easier for them! Books in Braille is much more expensive than normal printed books. So, a writer who can help giving the soft copy of his/her books to the Yayasan Mitranetra is really something helpful for them.

Helping out with book donation is opening the window to others...