Tuesday 22 April 2008

Hari Bumi: Yuk Membuat Lubang Biopori!


Sebenarnya artikel mengenai biopori sudah pernah diturunkan di wikimu oleh Ira Meida (lihat http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=4714) dan Alain Bunjamin dari kanal sekolah (lihat http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=4974). Ketika semua orang menengok Green Festival di Senayan, ternyata ada juga kegiatan yang menunjang lingkungan hidup yang bisa saya ikuti di dekat rumah orang tua saya yaitu kegiatan penanaman pohon dan pencanangan lubang resapan biopori di lingkungan kelurahan Petogongan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Bagaimana membuat lubang biopori? Pada Minggu pagi, 20 April 2008 saya berkesempatan menyaksikan dan juga mencoba membuat lubang biopori.

Acara ini rencananya dihadiri oleh Ibu Hj.Tati Fauzi Bowo, yang juga merupakan Ketua Dewan Pendiri Caring Community. LSM Caring Community, Lions Clubs Indonesia Distrik 307 A, beserta pihak pemerintah daerah tampaknya ingin mensosialisikan cara pembuatan biopori di kawasan yang terkenal memiliki cukup banyak wilayah terendam banjir kali Krukut. Lurah Petogogan, Ibu Nurul Baiti, serta ketua BPLH (Badan Pengelola Lingkungan Hidup) Jakarta Selatan Bapak Joni Tagor tampak sibuk mempersiapkan acara yang bertujuan untuk memasyarakatkan pembuatan lubang resapan biopori sebagai langkah pencegahan kerusakan lingkungan hidup.

Lubang resapan biopori merupakan teknologi tepat guna untuk mengurangi genangan air dan sampah organik serta konservasi air bawah tanah. Untuk setiap 100 m2 lahan idealnya Lubang Resapan Biopori (LRB) dibuat sebanyak 30 titik dengan jarak antara 0,5 - 1 m. Dengan kedalam 100 cm dan diameter 10 cm setiap lubang bisa menampung 7,8 liter sampah. Sampah dapur dapat menjadi kompos dalam jangka waktu 15-30 hari, sementara sampah kebun berupa daun dan ranting bisa menjadi kompos dalam waktu 2-3 bulan.

Ternyata membuat lubang resapan biopori itu sangat mudah.

1. Dengan sebuah bor LRB kita bisa membuat lubang, untuk memudahkan pembuatan lubang bisa dibantu diberi air agar tanah lebih gembur.

2. Alat bor dimasukkan dan setelah penuh tanah (kurang lebih 10 cm kedalaman tanah) diangkat, untuk dikeluarkan tanahnya, lalu kembali lagi memperdalam lubang tersebut sampai sebelum muka air tanah (30 cm sampai dengan 100 cm).

3. LRB dalam alur lurus berjarak 0,5 - 1 m, sementara untuk LRB pohon cukup dibuat 3 lubang dengan posisi segitiga sama sisi.

4. Pada bibir lubang dilakukan pengerasan dengan semen, pada acara kemarin semen digantikan dengan potongan pendek pralon. Hal ini untuk mencegah terjadinya erosi tanah.

5. Kemudian di bagian atas diberi pengaman besi supaya tidak terperosok ke dalam lubang.

6. Masukkan sampah organik (sisa dapur, sampah kebun/taman) ke dalam LRB. Jangan memasukkan sampah anorganik (seperti besi, plastic, baterai. Stereofoam,dll)!

7. Bila sampah tidak banyak cukup diletakkan di mulut lubang, tapi bila sampah cukup banyak bisa dibantu dimasukkan dengan tongkat tumpul, tetapi tidak boleh terlalu padat karena akan mengganggu proses peresapan air ke samping.

Pemeliharaan LRB:

1. Lubang Resapan Biopori harus selalu terisi sampah organik

2. Sampah organik dapur bisa diambil sebagai kompos setelah dua minggu, sementara sampah kebun setelah dua bulan. Lama pembuatan kompos juga tergantung jenis tanah tempat pembuatan LRB, tanah lempung agak lebih lama proses kehancurannya. Pengambilan dilakukan dengan alat bor LRB.

3. Bila tidak diambil maka kompos akan terserap oleh tanah, LBR harus tetap dipantau supaya terisi sampah organik.


Sambil menyaksikan Bapak Budiman Simarmata, Plh Walikota Jakarta Selatan membuat LRB, saya sempat bercakap-cakap dengan Bapak Soehartono Soedargo yang mewakili Komunitas Usiawan Kelurahan Melawai Pandya Sanggraha. Komunitas ini cukup aktif dalam ikut mensosialisasikan LRB, bahkan mereka juga berkomunikasi secara intens dengan Bapak Kamir Brata yang mendapatkan ide LRB ini dari rimba. Tampaknya memang dengan turut sertanya semua lapisan masyarakat akan lebih mudah terjalin kerjasama menyelamatkan lingkungan hidup. Semakin banyak yang mengerti secara jelas proses pembuatan LRB ini maka kemungkinan akan semakin banyak yang perduli, karena seperti yang saya baca di punggung kaos seorang hadirin "Bersama kita menyimpan air di musim hujan, memanen air di musim kemarau".

Ketika mencoba membuat LRB sendiri di dalam pekarangan rumah orang tua saya, terasa sedikit berat ketika mengebor tanah, tapi dengan bantuan air dan sedikit tekanan pada alat bor ternyata cukup mudah pembuatannya. LRB bisa dibuat di dasar saluran air, dasar alur di sekeliling batang pohon, batas taman, maupun pada paving block.



Sumber data: Brosur Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta, serta perbincangan dengan Bapak Soedargo (Komunitas Usiawan Kelurahan Melawai) dan Ibu Tres (Caring Community).

Selasa, 22-04-2008 09:28:20 oleh: Retty N. Hakim
Kanal: Peristiwa

2 comments:

Anonymous said...

tertarik jg nih,tapi dimana sy bisa dpt alat pengebornya ya?

Anonymous said...

ayo rame-2 ngebor bumi, biar airnya selamat dan meresap ke bumi lagi ...... jangan disedot terus tapi gak pernah diupayakan supaya buminya diairin ...... begitu dihujani langsung banjir ...