Tuesday 28 October 2008

Jiwa Muda, Suara Baru Indonesia, dan Semangat Sumpah Pemuda

Selasa, 28-10-2008 07:31:50 oleh: Retty N. Hakim
Kanal: Opini

Tahun lalu untuk pertama kalinya Indonesia mengenal Hari Blogger Nasional (lihat http://www.wikimu.com/news/displaynews.aspx?id=4433). Hari bagi para blogger, suara baru Indonesia, dirayakan setiap tanggal 27 Oktober. Hari Blogger Nasional ini hanya berselang sehari sebelum Hari Sumpah Pemuda. Tahun ini acara kumpul para blogger dalam Pesta Blogger 2008 diundur hingga tanggal 22 November 2008.

Hari ini (28 Oktober 2008) genap 80 tahun Sumpah Pemuda diikrarkan. Ikrar yang menyatakan kebulatan tekad untuk bersatu dalam berbangsa, bertanah air, dan berbahasa. Bersatu dalam tumpah darah Indonesia, sebagai bangsa Indonesia, dan dengan bahasa persatuan Indonesia.

Bisa dibayangkan bila tidak ada bahasa pemersatu, bahasa Indonesia, betapa kekayaan bahasa yang lebih dari 700 bahasa daerah akan mempersulit komunikasi antar warga yang mengaku berbangsa dan bertanah air Indonesia ini. Komunikasi memang menjadi hal yang sangat penting dalam mempertahankan kesatuan dalam keragaman bangsa.

Saya menghubungkan Hari Blogger Nasional dengan Hari Sumpah Pemuda terutama karena merasa jiwa muda yang banyak mengisi blog di Indonesia ini.

Menurut hasil Survey Blogger Indonesia 2008 yang saya peroleh dari membaca tulisan Enda Nasution di Kompasiana) usia blogger yang termasuk dalam 100 orang responden tersurvey, paling dominan adalah usia 25 sampai 30 tahun. Peringkat kedua usia responden ternyata usia 20 sampai 25 tahun, baru kemudian usia 30-35 tahun dan usia diatas 35 tahun dalam posisi ketiga dan keempat. Hal ini memperlihatkan betapa kaum muda menjadi mayoritas dalam suara blogger yang cepat tanggap merespon Survey Blogger Indonesia 2008 itu.

Pertemanan dan aktualisasi diri merupakan alasan utama para blogger yang menjadi responden untuk setia ngeblog. Rupanya uang merupakan alasan paling terakhir bagi para responden ini dalam melakukan kegiatan menulis blog. Dengan munculnya pertemanan (55,6%) sebagai alasan mayoritas blogger dalam melakukan kegiatan blogging boleh dianggap kaum muda ini dengan sadar mencoba berkomunikasi dengan warga lainnya. Pertemanan dianggap penting tetapi tidak sangat penting, mungkin karena yang lebih penting adalah membuka pintu komunikasi.

Situasi zaman ini yang semakin global, rupanya membuat masalah bahasa Inggris atau bahasa Indonesia dalam pengantar layanan blog tidak dianggap sebagai masalah penting (72,7%). Memang yang terpenting akhirnya adalah isi dari blog itu sendiri. Hal ini kembali diulang Budi Putra dalam tulisan di Kompasiana 22 Oktober 2008. Sebelumnya, mantan wartawan yang berani menjadi full time blogger Indonesia ini sudah pernah mengungkapkan pandangan tersebut di blognya pada akhir tahun 2006.

Demikian dengan komunikasi, isi dari komunikasi akan menentukan arah komunikasi yang dibangun, apakah komunikasi satu arah atau komunikasi dua arah. Dengan berbekal semangat Sumpah Pemuda, tentunya kita harapkan isi dari komunikasi yang ada mengarah kepada persatuan bangsa.

Semangat Sumpah Pemuda tentunya akan mementingkan rasa saling menghargai sebagai bagian yang sama dari kesatuan ini. Karena itu tema yang diangkat oleh panitia Pesta Blogger 2008 yaitu “Blogging for Society” tentunya tidak terbatas pada acara kumpul buku (lihat http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=10283) tapi lebih jauh lagi untuk membantu masyarakat agar mampu berkomunikasi lancar dalam demokrasi.

Semoga dalam kegiatan Pesta Blogger 2008 nanti dimana diharapkan kehadiran seribu orang blogger (dua kali lipat jumlah kehadiran blogger tahun lalu yaitu sekitar lima ratus orang, baca juga http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=4546) pintu komunikasi semakin terbuka lebar, dan semakin banyak angin segar yang dihembuskan oleh para blogger bagi kemajuan bangsa Indonesia.

Sunday 26 October 2008

Some notes

I know that I should write these notes otherwise I'll forget to write it forever. If you do read Indonesian language, you have probably read my other blog Journey to His Words and knew that I was loosing a friend in the beginning of this month, and last week I was parting with my grandmother too.

This is a busy month, especially being without any helper at home. I have not yet find new assistance, and sometimes it is nicer without them. Yet, my social activities is really at stake...it is difficult to leave the house without bringing my three sons with me.

Pesta Blogger 2008 is postponed as the Eid Mubarak was too close to the National Blogger Day. The press conference was held on October 22, 2008 in Gedung BIP - Depkominfo RI. It was attended by 44 reporters from 39 printed and online media, TV and radio as reported in its blog. I became aware of this press conference after reading the photo report in wikimu. That photo contributed by a wikimu member who is also a professional journalist, so he must be invited through his media, not through wikimu.
I am actually questioning the position of citizen journalism websites in the eyes of media and other bloggers. Are they accepted as online media, or are they positioned just as other blogs?

As a citizen, I've been in some press conference using wikimu as media outlet. I was not really enjoy being in the press conference, but in this era where news should always be fast news...being invited to the press conference means that we can catch the news early and distribute it faster. (Frankly faster is not always the matter, as sometimes we do not have time to compose an article and upload it. Perhaps being aware of what is happening is better...)

I think I should dig more into the essence of citizen journalism to know where we should be standing.

I am now seeing the citizen journalism website through another point of view. Recently I experienced an embarrassing situation, but I think it would be worth sharing. When my grandmother was taken to the hospital, my mom called me to pray for her. Then my son took the phone, talk a little bit. Perhaps he didn't put the receiver exactly on the hook, so people can't contact me through my home phone. Unfortunately, my cell phones were also dead because they were short of batteries. So I was not contactable...

I was busy with the household chores, then helping my sons to study for their exams. It was all finish nearly midnight. I was tired, but I thought I should peek in my mails and read some comments in wikimu. When I opened wikimu, I saw a comment for my cousin's article uploaded for our grandma's 95th birthday...then, to my surprise, I read that my grandma passed away at 8.00pm. It was 11.30 pm! I was not aware of my own family news until I read that condolences comments in wikimu. Thanks to friends from wikimu...
News in the citizen journalism website could really be news, even for me; who should be the source of that news. When I opened my cellphones condolences from friends were already waiting in my inbox, while I was not aware that my grandma already went to her Creator.

More and more thoughts will deepened my views on citizen journalism. I pray that it would be for a good and better future!

Saturday 18 October 2008

Being tired

There is differences between feeling physically tired and mentally tired. The first is easily cured by good sleep, while the second can easily trigger your physical fitness into a worse condition.

That's how I feel...physically and mentally tired! I just don't know how to put first thing first. It is mostly about my twins (or my all three sons in general). The twins celebrated their 6th anniversary on October 10, they are active as usual, full of demands and imaginations, but they can't read! They are very slow in remembering alphabets. Are they gifted children with learning disabilities? As a mother, I do not need label...either they are gifted or bright or whatever...they are still special creatures to me. But how should I "know" them? How can I help them? What approach should I take, and what therapy, or where should I go? Those questions are questions that hunting me all around while my emotion is not really stable to face their activities.

Yesterday I've got really sick, I think I was being poisoned by some expired food because my husband has got the same problem (we both ate the same food). Luckily I have my parents and my big family to help me, so now all those three kids are with grandpa and grandma...At least I've got a day to have a real relaxing time. Yet, my mind can't stop thinking. My hands are still trying to browse around looking for informations.

Some informations are really helpful in seeing the definition of learning disabilities and to understand it. It's amazing to learn how complex is the brain's tasks, and how many things that small grey cells performed to make us functional as a human being.

I read this:
The way our brains process information is extremely complex - it's no wonder things can get messed up sometimes. Take the simple act of looking at a picture, for example: Our brains not only have to form the lines into an image, they also have to recognize what the image stands for, relate that image to other facts stored in our memories, and then store this new information. It's the same thing with speech - we have to recognize the words, interpret the meaning, and figure out the significance of the statement to us. Many of these activities take place in separate parts of the brain, and it's up to our minds to link them all together.
Taken from http://kidshealth.org/teen/diseases_conditions/learning/learning_disabilities.html

My twins are not easily connect the image to its sound, the possibility is dyslexia. Sisco, the younger in birth order, seems to improve his reading capability. But, Raphael is now seems to loose all his ability. He seems to lost his self confidence and refused to try. Sibling rivalry between these two boys is very tense. Each time I tutored one of them, the other will protests saying that I only teach his brother. Meanwhile my eldest son is also having a very huge decline in his school report. He is the one I was always concern of. He was a little bit over active and not communicative, but getting older and enjoying his guitar lesson made him better...yet not in his school performance. I was afraid that something was going wrong with him, but he can handle all the problem in time. For others he was late in speaking (but not for me, he was always understandable for my ears...even when he was still a couple of months old he started to have his special "ging" sound to ask for milk), he was never remember any songs or telling me a story from school in his kindergarten time. His brothers are a lot more different than him. They are talkative, transferring stories and songs from school or from home to school.

I was not worry about the twins ability to read because I saw that their eldest brother couldn't read until one day he seemed to be able to read in "a blink". So, I always thought that his little brothers are just like him...they are storing all the capability until they are ready to show it out. But, as they are now in the first grade, and the school is needing them to be able to read...then I started to worry...

The psychologists had different opinions. Their IQ results are both very superior, but why they can't read (or can't even remember some consonants' sound) puzzled me. Idea of having a Sensory Integration Therapy is also making me wonder as I do not really understand the connection between this therapy to their ability to read. Yes they are picky eaters, yes they are hypersensitive in tactile, perhaps they are not yet able to catch some balls...but how those facts blocked their ability to recognize symbol is not clearly informed to me. They can not swim and can't ride a bicycle...that's also true...but it is because we are not yet able to give them the facility to try it. I think providing a bicycle and a swimming lesson would be better than having a therapy. Yet, I do not want my personal feeling disturb my decision, it should all be based on the best output for them. Time is clicking fast and I do need to find the best way to teach them without being emotional. To leave all the other personal problems behind and dealing with them in a stable and mature emotion. That's how I've got tired mentally...

Thursday 16 October 2008

Kebebasan dalam Sang Terang



Seorang teman pergi jauh
Melintasi batas samudra yang terdalam
Mengangkasa di atas awan yang terjauh
Meninggalkan kesenduan mendalam

Ombak pantai berkejaran mengejar tiada
lidah-lidahnya menjilati kakiku
Terkadang membelai menyelimuti langkah yang fana
yang jejaknya ada sebentar dan menghilang kala gelombang menyapu

Dia pergi di bulan Oktober
Bulan penuh kenangan untuk penderita kanker payudara
Entah dia atau Tuhan yang memilih hari keberangkatan terakhir
Tapi doanya terasa masih mengalun bersama debur samudra

Selamat jalan teman
Bergabung dengan sejuta buih yang memecah di karang
Menyapa menggelitik kakiku pelan
Dan kembali mengalir mencari kebebasan dalam Sang Terang

Wednesday 15 October 2008

Blogger Sedunia 'Melawan' Kemiskinan

Rabu, 15-10-2008 09:52:45 oleh: Retty N. Hakim
Kanal: Opini

Hari ini saya ingin menggabungkan suara dengan 7.000 blogger sedunia yang akan berbicara tentang kemiskinan dalam Blog Action Day. Sebagai warga yang tinggal di negara yang sedang berkembang, kemiskinan tidak pernah jauh dari pandangan mata kita.

Bagi saya yang tinggal di kota besar, kemiskinan yang terlihat di sini belum separah yang saya saksikan dari televisi terjadi di Afrika. Tetapi tetap saja kemiskinan itu nyata, mencabut anak-anak dari kesempatan memperoleh pendidikan (jadi teringat pada film Laskar Pelangi), dan menjauhkan mereka dari kesempatan untuk berada di dunia anak-anak yang bermain karena harus bekerja bertahan hidup, bergelut dengan kekerasan hidup sejak usia dini.

Sementara ini kita semua cemas dengan krisis keuangan global yang sedang melanda dunia. Bila krisis ini tidak teratasi maka akan semakin bertambah jumlah orang yang masuk ke dalam kategori miskin. Sebenarnya masyarakat yang sudah terbiasa dengan kemiskinan akan lebih mudah menerima tekanan kehidupan ini dibandingkan mereka yang terbiasa dengan kenyamanan materi. Bukan berarti hidup lebih mudah bagi mereka, tetapi karena mereka lebih tangguh menghadapinya. Karena perjuangan hidup sudah lebih nyata digelutinya.

Keterpaksaan yang memaksa orang-orang tinggal berdempetan di gubuk-gubuk dalam pemukiman liar ini adalah buah kekerasan ibu kota atau kota besar lainnya. Kota yang membutuhkan tenaga jutaan orang untuk mengisi gemerlapnya, tapi tidak memberikan ruang yang pantas bagi mereka yang setiap hari membersihkan kota ini dari sampah-sampah sisa pestanya.

Tetapi ketangguhan hidup ada di sana, mereka berjuang untuk kehidupannya sekaligus menjadi urat nadi yang sesungguhnya dibutuhkan kota ini. Sama seperti kebutuhan akan asisten rumah tangga di rumah, maka mereka yang mendiami wilayah kota yang dianggap kumuh dan sering tergusur itu adalah orang-orang yang tanpa terduga dekat dengan kebutuhan hidup kita. Mereka adalah tukang sayur yang sering kita temui di pasar, tukang sampah yang setiap hari mengambil sampah di depan rumah, penjual gorengan yang setiap hari kita cari, dan masih banyak orang lain yang semuanya beredar dalam kehidupan kita tanpa terlalu kita sadari.

Sebuah tulisan dari “Manila Standard Today” berjudul Exploiting Poverty mengingatkan kita betapa sering masalah kemiskinan hanya menjadi bahan eksploitasi dari para politikus, maupun aktivis yang ingin menjadi politikus. Bahkan penulis artikel itu lebih jauh lagi menyinggung tentang adanya kenyataan bantuan kesehatan bagi masyarakat Afrika, yang sebenarnya merupakan bagian dari penelitian pabrik obat, tanpa mereka tahu bahwa mereka sedang menjadi obyek penelitian.


Mungkin ini yang menyebabkan dahulu ketika sedang membantu penelitian tentang rumah susun di Jakarta, saya dan teman peneliti saya diikuti dengan pandangan memusuhi. Mereka merasa menjadi obyek penelitian yang nasibnya tergantung pada rekomendasi kami, dan mereka mengira bahwa arsitek yang terbiasa dengan keindahan tentunya juga akan menganggap mal dan pencakar langit lebih indah dari rumah gubuk mereka. Prasangka yang tidak sepenuhnya benar, karena toh ada almarhum romo Mangun yang seorang arsitek tapi mampu mendandani perumahan di kali Code sana. Hanya saja, kepedulian peneliti seringkali tidak tampak, bila pada akhirnya kepentingan politik yang lebih banyak berbicara.

Memberikan kontribusi dalam memberantas kemiskinan terkadang terasa sulit bila kita sendiri merasa masih dalam taraf yang “belum mampu” menolong. “Bagaimana mau menolong orang lain, bila diri sendiri saja belum sanggup berdiri tegak?” Mungkin pertanyaan itu yang ada di benak kita. Tetapi bila kita mau melihat hal-hal yang sederhana yang ada di sekitar kita, maka banyak hal yang bisa kita perbuat. Hal yang tampaknya kecil tapi mungkin berarti.

Ada anjuran untuk tidak membuang sampah sembarangan. Bahkan ada juga larangan untuk tidak membuang sampah dari mobil ke jalan raya. Tapi tidak sedikit yang melakukannya. Bahkan dari sebuah mobil bagus terlihat sebuah tangan yang dengan santai membuang sampah plastik sambil mobil tersebut membelok masuk ke halaman sebuah gedung pemerintahan di Harmoni. Ada yang beralasan, “Toh, itu memberikan pekerjaan bagi petugas pembersih jalan. Mengurangi pengangguran kan?!” Alasan yang dicari-cari! Ketika aliran air kotor dan sungai tersumbat, dan ketika kota terlanda banjir, apakah patut yang disalahkan hanya warga marjinal yang mendiami bantaran sungai dan permukiman kumuh? Tidak adakah kontribusi perumahan mewah di dalamnya? Tidak adakah kontribusi pemakai jalan di dalamnya?

Masih banyak lagi bantuan kecil yang bisa diberikan, entah dengan berbagi buku, berbagi pengetahuan, maupun memberikan bantuan lain bagi sesama (entah materi ataupun perhatian dan dukungan moril). Mari berjuang bersama melawan kemiskinan!

The translated version is not exactly the same as above, some parts are not translated.

Bloggers all over the world "fighting" poverty

Today I joined bloggers all around the world "to fight" poverty. Living in a developing country made me familiar with poverty, although the poverty I've seen in Jakarta, the capital city of Indonesia, is merely nothing to the poverty I've seen through the television, in Africa for example. Yet, the output of poverty is very obvious, it took away kids from their rights to attain education, it forced those kids away from their world pf playing as they are obliged to work as their family supporter since their early age (There is a good Indonesian film "Laskar Pelangi", the Knights of the Rainbow...poor children who fight together with their teachers to meet the rainbow of hope, a brighter future, through education).

The global financial crises could even add the numbers of those in the poor living standard. But I think those who live under that poor circumstances are sometimes tougher than those who are used to high standard of living. It's not because life is easier for the poor, but they are more ready to fight for being free from poverty. Their real everyday life teach them how...

Look at those huts in the big cities, the place that was called as the slum area. The city needs them but did not give them decent place to live. The city need those who live in it to keep the daily activity in the city goes on, to clean up the mess after each daily party of the glittering city..., but they are not welcome inside that city!

Those are though people! We do know them as our vendors in the traditional markets, our cleaning services, our newspaper delivery man, etc. We sometimes take them for granted. Look they went into that horrible small river to clean it up for all the citizens.

An article from the “Manila Standard Today” titled Exploiting Poverty is reminding us how often this poverty issue being used by politician or by activist who wants to be politician. The writer has mentioned the medical aid given to Africa that was in fact making the aid recipients as research objects without their consent.

Perhaps that is how those people felt when I was (more than fifteen years ago) conducting a research for the (semi) high rise low cost housing when they followed our steps with their unfriendly gaze. They, perhaps, thought that we were making them as our research object, and that we would asked the government to remove them from their huts. They probably thought that architects would prefer all those mall and fancy high rise building, while actually our proposal ended up forgotten as the government had their own political agenda.

Helping others seems so difficult if we feel that we are not yet financially able to stand even for our own selves. We are afraid to face the new global crises. But, actually there is always some small deeds that we can offer others. There could be books, knowledge, our attention and helping hands. Together we can fight poverty!

Wikimu, Jembatan Suara yang Perlu Dipertahankan

Sabtu, 11-10-2008 08:09:58 oleh: Retty N. Hakim
Kanal: Opini


Bagi saya jurnalisme warga adalah jembatan yang menghubungkan warga dengan warga lainnya, warga dengan pemerintah, bahkan warga dengan mainstream media. Sebagai pengagum paham “form follow function”, saya berpandangan bahwa bentuk jurnalisme warga juga harus mengikuti fungsinya. Karena itu saya sangat tertarik ketika mengetahui adanya portal jurnalisme warga bernama wikimu.com, sebab di dalam portal ini warga diberi kebebasan untuk berkomentar sebagai warga. Tidak ada batasan minimal panjang tulisan, ataupun tuntutan gaya bahasa tertentu dalam penyajian artikel. Istilah orang wikimu, bisa-bisanya kita…

Rasanya wikimu memang terlahir beda. Ketika portal jurnalisme warga biasanya terlahir dengan kadar jurnalistik yang lebih tinggi, justru wikimu yang para pendirinya dominan jurnalis profesional lebih mengutamakan suara warga.

Kemarin (10-10-2008) wikimu memasuki usia dua tahun. Usia batita bagi perkembangan anak, usia ketika tingkat eksplorasi dunianya semakin berkembang. Kalau sebelum itu seorang anak masih disebut bayi (baby) maka pada usia dua tahun di negara yang berbahasa Inggris mereka sudah disebut toddler. Anak yang sebelumnya belajar berjalan, saat ini sudah mulai lincah bergerak kesana kemari dan merambah dunia baru yang ternyata tidak hanya sebesar boks di kamarnya, bukan juga seluas ruang-ruang terbatas dinding rumahnya. Semoga wikimu juga semakin matang dalam tumbuh kembangnya.

Masih banyak tanggapan yang kurang mendukung berdirinya portal jurnalisme warga. S. Sahala Tua Saragih, seorang dosen jurnalistik, dalam artikelnya di Suara Pembaruan berjudul ‘Wartawan, Pekerja, atau Profesi?’ (14 Februari 2008) dengan lugas berkata: “Atas nama kebebasan berekspresi, kini setiap orang merasa berhak menjadi wartawan. Motif dan tujuannya hanya satu: uang.” (Di wikimu tentunya hal ini tidak berlaku bukan?!)

Kemudian, baru-baru ini wartawan harian Kompas, Rene L. Pattiradjawane, juga mengangkat masalah jurnalisme warga dalam artikel “Jurnalisme Warga, Teknologi, dan Bebas Nilai“ (8 September 2008). Dalam artikel ini jurnalisme warga dituding sebagai campuran dari teknologi informasi dengan demokrasi-reformasi yang memperoleh kebebasan berpendapat seenaknya, serta bebas dari nilai.

Pepih Nugraha dalam tulisannya di harian Kompas, Kamis 9 Oktober 2008, “Kompasiana” Menulis Tanpa Editor menyayangkan tindakan pewarta warga yang menulis berita mengenai “serangan jantung yang dialami Steve Jobs”. Tulisan yang dimuat di situs jurnalisme warga CNN iReport itu membuat harga saham Apple Inc turun. Ketika ternyata berita itu bohong belaka, maka kredibilitas CNN dipertanyakan dan katanya Ted Turner akhirnya menutup situs itu.

Walaupun wikimu tidak memiliki aturan ketat dalam jumlah karakter atau kata untuk sebuah artikel, tapi setiap saat ada kontributor yang berteriak “cek dan recek”, atau komentator yang menyentil isi berita yang tidak benar. Disinilah kekuatan utama wikimu sebagai jembatan, kalau diumpamakan hidangan maka wikimu adalah olahan warga dengan rasa warga.

Dalam acara OhmyNews International Citizen Reporters Forum ke III, bulan Juni tahun 2007 di Seoul, yang menjadi salah satu topik bahasan adalah bagaimana model bisnis yang tepat untuk menjaga kesinambungan kehadiran portal jurnalisme warga.

Kehadiran idealisme warga, terbukti dari kontribusi tanpa imbalan di kebanyakan portal jurnalisme warga (walaupun ada juga portal jurnalisme warga yang memberikan insentif) perlu ditunjang dengan kepiawaian mengelola bisnis penunjang bagi kesinambungan hidup portal jurnalisme warga ini. Dan Gillmor, yang merupakan perintis jurnalisme warga, berdasarkan pengalamannya dengan Bayosphere, mengakui perlunya mencari bentuk model bisnis yang tepat untuk mempertahankan keberadaan portal jurnalisme warga. Ada juga portal ‘The Enthusiast Group’ dari Steve Outing yang harus pamit undur diri, atau ‘The Skoeps’ di Belanda yang juga tutup. Bahkan, September 2008 ini OhmyNews Japan yang baru berusia dua tahun harus tutup juga.

Dalam demonstrasi menolak daging impor di Seoul bulan Juni yang lalu, OhmyNews mendapat bantuan dana dari pembaca daring yang menyumbang agar mereka dapat mengudarakan liputan melalui OhmyTV. Kontributor internasional rupanya juga ada yang berpartisipasi untuk menunjang operasional portal jurnalisme warga itu, yaitu dengan cara tidak pernah mencairkan cybercash (insentif) yang mereka dapat dari artikel mereka.

Perjuangan menegakkan idealisme menuju kedamaian dan kesejahteraan dunia memang tidak mudah, terutama di era konsumerisme masa kini, dengan tuntutan kehidupan yang semakin besar dan berat. Dan Gillmor mengakui bahwa semua ini adalah eksperimen, tapi tidak ada yang sia-sia dengan eksperimen, walaupun portal binaannya tidak ada lagi tetapi benih yang ditanamkannya bertumbuh kemana-mana. Indonesia memiliki karakter penduduk dan pemerintahan yang tersendiri, tentunya memerlukan pendekatan yang berbeda untuk memperoleh model bisnis berkesinambungannya. Selama semua pihak bergerak berawal dari niat baik, saya yakin benih yang ditanam di wikimu juga akan berbuah.

Sebagai bagian dari kontributor portal jurnalisme warga, sangat penting untuk selalu menjaga kredibilitas. Kredibilitas pribadi maupun kredibilitas portal jurnalisme yang menjadi jembatan kita keluar. Kredibilitas itu yang kemudian terasah dan menjadi landasan sikap profesional dalam setiap bidang yang kita geluti. Mungkin inilah nilai tukar yang tak ternilai dari artikel-artikel yang disumbangkan pada saat ini.

Semoga suara warga semakin bergaung, dan model bisnis yang tepat bisa ditemukan wikimu sehingga kesinambungan jembatan ini bisa terus berlangsung!

Petugas yang Berjasa di balik Kenyamanan Perjalanan

Kamis, 02-10-2008 13:07:21 oleh: Retty N. Hakim
Kanal: Suara Konsumen

Satu hal yang khas Indonesia adalah acara mudik Lebaran yang dimanfaatkan oleh berbagai macam masyarakat, bukan sekedar oleh umat beragama Islam. Kemeriahan dan kemacetan mudik bersama ini kemudian menjadi perhatian para produsen. Dari mereka yang menyiapkan transportasi mudik bersama, sampai mereka yang menyediakan posko di sepanjang jalan yang dilalui pemudik.

Kesempatan libur lebaran memang lebih meriah daripada libur kenaikan kelas. Walaupun waktu libur lebih lama pada saat libur sekolah bulan Juni, tetapi biasanya kesibukan orang tua lebih bisa diatur pada saat libur lebaran. Keberadaan cuti bersama biasanya membuat waktu yang teralokasi di sekitar hari raya Idul Fitri lebih longgar.

Pada hari raya Idul Fitri saya bersama keluarga berlibur ke Cisarua, Puncak. Karena sudah lama menjanjikan pada anak-anak untuk mengunjungi Museum Dinosaurus, maka kamipun berkunjung kesana.

Tidak dinyana disana ada Pos Jaga Toyota. Lumayan juga untuk menyapa petugas yang sedang bertugas disana. Menurut pak Dian, seorang teknisi yang saya temui sedang bertugas, mereka bertugas bergantian. Satu shift bertugas selama delapan jam, sementara kepala regu atau leader mereka mendapat jatah bertugas selama dua belas jam. Mereka sendiri sebenarnya merayakan hari raya Idul Fitri tapi demi kepuasan pelanggan Toyota mereka rela masuk bertugas. Pos jaga ini buka selama dua puluh empat jam dari tanggal 26 September sampai 6 Oktober 2008 untuk masa libur Lebaran, dan akan buka lagi sejak tanggal 24 Desember sampai tanggal 1 Januari untuk masa libur Natal dan Tahun Baru. Bila tahun-tahun sebelumnya biaya di posko ini mendapat diskon sebesar 50%, maka tahun ini diskon yang diberikan hanya 25%. Tapi tetap saja pelayanan mereka memberikan perasaan aman berkendaraan jarak jauh, apalagi di jalur Jakarta-Puncak saja ada tiga posko Toyota, belum lagi posko-posko kendaraan dari kendaraan dengan merek berbeda.

Selain pelayanan bagi mobil, rupanya Posko juga menyediakan pelayanan bagi pengemudi dan penumpang mobil, bekerja sama dengan Unilever yang menyediakan teh Sari Wangi gratis atau kesempatan membeli minuman Buavita. Sarana lain untuk bersantai adalah alat pijat dari Advance. Ada tiga macam alat yang tersedia: alat pijat mata, alat pijat refleksi untuk kaki, serta alat pijat untuk betis dan kaki. Sarana pijat gratis ini dibarengi layanan tayangan Indovision. Mas Bono yang menjaga tenda istirahat ini dengan ramah dan sabar memberikan petunjuk pemakaian alat pijat serta menawarkan bila kami tertarik mengganti saluran tayangan televisi. Untuk sementara waktu pemuda yang tinggalnya di Bekasi ini harus menginap di daerah Cisarua untuk bertugas.

Pegawai di Museum dan Taman bermain dan restoran Dinosaurus juga bertugas sambil sesekali menyalami kenalan yang datang berkunjung. Di jalan raya tampak polisi-polisi yang bertugas mengatur buka tutup arah naik kendaraan di jalan raya.

Begitulah, ada banyak orang yang memberikan pelayanan mereka agar perjalanan mudik maupun liburan selama liburan Idul Fitri tahun ini bisa berlangsung dengan nyaman. Terima kasih atas pelayanan dan keramahan para petugas ini!

Bingung Pornografi dari Mata Seni Rupa

Minggu, 28-09-2008 13:24:17 oleh: Retty N. Hakim
Kanal: Opini

Perbincangan pornografi di wikimu menarik perhatian saya. Saya sendiri tidak menyetujui kehadiran pornografi, tetapi menurut pandangan saya (seperti yang juga ada dalam komentar bung Mieka di halaman komentar sebuah artikel mengenai RUU ini) Undang-undang yang sudah ada seharusnya sudah cukup mampu membendung arus pornografi secara hukum. Sementara, secara moral merupakan tugas agama dan orang tua untuk secara bijak bisa membantu mengarahkan manusia sedari kecil untuk menjauhi hal-hal yang tidak baik.

Ada dua buah patung dari Bali yang terpajang di rumah orang tua saya, sedikit berdebu dan mulai dimakan usia. Patung-patung itu mungkin sudah berumur lebih dari tiga puluh tahun. Mereka sudah ada sejak saya masih dibawah umur. Sebuah patung wanita cantik yang bertelanjang dada, hampir sama dengan gambar-gambar yang dilukiskan oleh Le Mayeur, atau beberapa gambar yang (kalau tidak salah ingat) pernah saya lihat di buku biografi Ni Pollok, istri Le Mayeur. Yang satu lagi merupakan karya yang cukup rumit dari satu batang kayu eboni, kayu hitam yang sangat keras, menggambarkan kisah Ramayana. Tampak Dewi Shinta yang sedang melarikan diri di dalam hutan. Dewi Shinta juga digambarkan bertelanjang dada. Bagi saya karya-karya ini merupakan gambaran hasil karya yang tinggi dari kerja kriya anak-anak bangsa.

Katanya dahulu di Bali, sama seperti di Papua, kaum wanita bertelanjang dada. Menurut berita yang pernah saya baca juga, kasus perkosaan di Bali meningkat setelah semakin banyak orang dari luar Bali yang masuk menetap disana. Di Papua malahan kaum lelaki juga memakai koteka sebagai penutup aurat mereka. Ketelanjangan di dalam terpaan udara dingin dan gigitan nyamuk malaria sama sekali tidak mengganggu mereka. Mungkin seperti kisah Adam dan Hawa, ketelanjangan itu sendiri tidak ada salahnya sampai otak manusia membuatnya menjadi salah. Dosa adalah hal yang membuat kita melihat ketelanjangan dengan mata berbeda.

Dalam pasal 1 ayat 1 Rencana Undang-undang Republik Indonesia tentang Pornografi dikatakan: “Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual
dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.”

Apa yang membangkitkan hasrat seksual seseorang tentunya berbeda dengan yang membangkitkan hasrat seksual orang lain, atau ketidak seragaman standard untuk dapat dianggap melanggar nilai kesusilaan dalam masyarakat. Lain ladang lain belalang, tidak heran bila lain tempat lain adat istiadat dan aturan berpakaiannya. Apakah negara akan mengatur secara detail semuanya dan mencoba menyeragamkan tata nilai bangsa Indonesia? Tata nilai yang mana yang akan digunakan? Apakah gambaran patung tadi menimbulkan hasrat seksual? Atau gambaran patung yang dilihat anak saya di sebuah pemeran senirupa (baca http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=3274), apakah dia menimbulkan hasrat seksual? Ada lagi karya Iriantine Karnaya yang menggambarkan gua garba alias vagina (lihat http://www.wikimu.com/news/displaynews.aspx?id=3365), apakah karya seperti itu yang jelas-jelas terinspirasi pada alat kelamin wanita dan dibuat oleh pematung wanita juga akan menjadi benda terlarang?

Hal ini penting diketahui karena dalam pasal empat dengan jelas tertuliskan:

Pasal 4
(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat:
e.persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
f.kekerasan seksual;
g.masturbasi atau onani;
h.ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau
i.alat kelamin.

Lalu di pasal enam dan tujuh ada:

Pasal 6
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan.

Pasal 7
Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Berarti kedudukan galeri, kolektor, maupun sponsor pameran seni rupa akan sangat rentan. Kritik sosial yang biasa tersampaikan melalui media seni bisa jadi terbungkam karena kebingungan akan batasan di atas.

Bingung karena batas yang tidak jelas juga akan tercipta dari pasal empat belas:

Pasal 14
Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi seksualitas dapat dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai:
a.seni dan budaya;
b.adat istiadat; dan
c.ritual tradisional.

Siapakah yang bisa memverifikasi batasan seni dan budaya, adat istiadat, dan ritual tradisional ini? Dan bagaimana sikap bangsa terhadap adat istiadat yang dianggap bermuatan “pornografi”? Akankah latar belakang adat akan menjadikan satu suku bangsa lebih inferior “tata nilai”nya daripada yang suku bangsa yang lain?

Sebenarnya, memang terjadi perkembangan dalam dunia seni desain Indonesia bersamaan dengan perubahan agama yang dianut masyarakatnya. Ketika agama Islam masuk ke pulau Jawa, maka sedikit demi sedikit gambar binatang dan manusia menghilang dari tampilan benda seni yang diwariskannya. Hal ini juga terlihat bila kita mencoba membandingkan hasil karya ukir dari Jepara dengan hasil karya ukir dari Bali misalnya. Pengukir Jepara sangat ahli dengan ukiran daun, buah, dan mega/ awan, sementara proporsi untuk ukuran tubuh manusia senantiasa terasa memiliki sedikit kejanggalan. Sementara para pengukir dari Bali hampir selalu memiliki sentuhan proporsi tubuh yang tepat, hidup, dan dinamis. Hal ini memang hasil pengamatan pribadi yang masih perlu diperdalam dengan penelitian yang baku untuk memperoleh kesimpulan yang benar.

Sebenarnya saya sudah membuat foto dari patung-patung yang mengisi ruang tamu orang tua saya (bahkan membuat orang tua saya terheran-heran karena tiba-tiba saya berbaik hati membersihkan patung), tapi rasa takut dituding ikut menyebarkan pornografi membuat saya terhenti tidak jadi memuatnya ke wikimu. Mungkin juga nantinya patung-patung itu harus masuk gudang, atau harus disumbangkan ke museum. Tapi entah bagaimana dengan kehidupan galeri dan seniman, apakah semua perlu migrasi ke luar negeri? Koleksi lukisan yang dianggap “porno” itu kemudian bagaimana caranya dapat diapresiasi sebagai materi seni dan budaya? Adakah biaya tambahan untuk bisa memelihara dan menyimpan koleksi seni dan budaya?

Saya baru melihat dari segi seni rupa, bagaimana dengan seni tari? Apakah jaipong yang bagi sementara orang juga disebut bisa “memprovokasi” hasrat bisa diteruskan? Atau celetukan “nakal” di dalam teater, apakah harus dicekal? Bagaimana kelanjutan pertumbuhan seni dan budaya di Indonesia? Seribu satu pertanyaan menggelayut di pikiran orang awam yang buta hukum seperti saya…

Saya tidak mendukung pornografi, dan saya juga memiliki anak-anak yang perlu saya lindungi, tapi pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi benak itu tidak bisa membuat saya tenang menerima UU baru yang bisa-bisa hanya menjadi UUD (ujung-ujungnya duit…).

Ketika Angka 4 Menjadi Angka Keberuntungan

Senin, 22-09-2008 11:18:59 oleh: Retty N. Hakim
Kanal: Peristiwa

Kalau anda memasuki bangunan tinggi di Jakarta ini, selain angka 13 biasanya ada angka lain yang menghilang di panel penunjuk lantai yang terpampang di dalam lift. Angka yang hilang itu biasanya adalah angka 4. Hal ini terutama karena adanya kepercayaan dari etnis Tionghoa bahwa angka 4 yang dilafalkan sì itu bisa juga berarti “mati” dan diterjemahkan sebagai angka yang tidak memiliki keberuntungan.

Sebenarnya saya tidak terlalu ambil pusing masalah angka, toh grup F4 juga bisa ngetop dan sukses dengan namanya itu. Angka ini dahulu penting bila saya berhadapan dengan pemberi tugas desain yang percaya feng shui. Sudah lama saya tidak terlalu memusingkan angka empat itu, tetapi beberapa waktu belakangan ini saya seperti didorong untuk memikirkannya lagi.

Awalnya, dua minggu lalu ketika saya akan memperpanjang keanggotaan di Indonesian Heritage Society (IHS), petugas di perpustakaan bertanya kepada anggota yang mendaftar di depan saya: “Apakah anda punya pilihan nomor (keanggotaan)?” Saya yang berdiri di belakangnya tidak tahan untuk tidak nyeletuk: “Lho, boleh pilih nomor anggota? Baru tahu saya…”“Ya, soalnya ada beberapa orang yang percaya dengan nomor sial sehingga kalau ada nomor yang tidak diinginkan boleh saja pilih nomor yang lain.” Hah?! Baru tahu saya kalau orang asing juga suka memilih nomor, atau mungkin karena anggota IHS sekarang juga banyak orang Korea, China, dan Jepang.

Mungkin karena wajah bengong saya ketika mendengar adanya pemilihan nomor keanggotaan, maka dengan santai saya diberi nomor 384 tanpa bertanya apapun. “Wah?! Kok aku kebagian angka 4 nih?,” batinku. Tapi toh saya terima saja. Untungnya, ketika pertama kali bertugas kembali di museum dengan nomor keanggotaan baru itu, tamu yang datang sangat menyenangkan. Mereka kritis, rajin bertanya, dan terkadang memberikan masukan juga. Pengalaman yang menggembirakan!

Hari Jumat kemarin, pada waktu acara Kopdar alias kopi darat miliser Forum Pembaca Kompas (FPK) lagi-lagi saya tiba di meja pendaftaran mendengar orang bercanda tentang angka yang diperolehnya untuk door prize. Setelah itu, saya yang menerima angsuran nomor 004. Dengan bercanda saya berkata: “Wah, minta yang 007 saja ya!” Tapi tetap saja nomor 004 itu saya masukkan ke dalam tas sambil membatin: “Wah, empat lagi…”

Door Prize acara hari itu memang bikin ngiler, dua buah 3.5 Broadband Internet Package Indosat M2 (termasuk modem, dan kartu prabayar), serta sebuah Blackberry. Semuanya sumbangan sponsor dari Indosat. Biasanya saya tidak pernah beruntung dengan yang namanya undian maupun door prize, karena itu ketika teman-teman baru yang duduk di sebelah saya heboh menyambut pengumuman pemenang door prize, saya hanya ikut tertawa melihat kehebohan mereka. Hadiah pertama lewat, pemenangnya sederetan kursi kami…

Tidak disangka, ketika hadiah kedua berupa paket modem dan koneksi internet prabayar dari Indosat akan dibacakan, Mas Totot yang menjadi moderator merangkap MC dalam acara itu punya pesan sponsor. Katanya, angka yang akan keluar itu untuk kalangan etnis tertentu biasanya dianggap tidak beruntung, wah…H2C deh! (Harap-harap cemas, walaupun sebenarnya banyakan cemasnya…he…he…he…). Ternyata, memang benar angka yang disebut itu adalah 004…Wow, takjub, dan tak percaya…ternyata angka 4 bisa juga menjadi angka keberuntungan!

Kebetulan saya sedang kesal dengan koneksi jaringan internet yang saya pakai sekarang, dapat hadiah modem dan voucher gratis 160 MB dari Indosat M2. Lumayan, bisa buat uji coba. Kalau bagus, ya…berpindahlah saya ke lain hati! Terima kasih Indosat!

Ternyata keberuntungan tidak datang dari angkanya, tapi dari rezeki yang sedang diberikanNya kepada kita!