Saturday 14 June 2008

Ella Wijt, Angin Segar yang Berhembus

A young, beautiful, and inspiring artist; Ella Wijt

Rabu, 11-06-2008 10:53:38 oleh: Retty N. Hakim
Kanal: Peristiwa

Ketika pertama melangkah di depan ruang pameran temporer Museum Nasional, saya berpikir sosok gadis yang sedang memegang kuas itu anak Indo yang sedang pulang kampung. Maklum nama Wijt terdengar asing di telinga saya. Ternyata gadis berusia delapan belas tahun ini sebenarnya bernama Manuela Wijayanti, boleh dibilang nama Ella Wijt adalah singkatan namanya sebagai artis.

Dengan usia belia, wajah manis, bakat yang besar, dan dukungan yang tampaknya juga sangat besar, tak ayal lagi Ella Wijt menjadi angin segar yang berhembus di khazanah seni Indonesia.

Sebenarnya ini bukan pameran tunggal pertamanya, bulan Mei tahun lalu dia sudah pernah berpameran tunggal di Museum Nasional dengan judul pameran "It's Just Been Started" sambil merayakan ulang tahunnya yang ketujuh belas. Usia tujuh belas tahun yang merupakan langkah awalnya ke dalam dunia kedewasaan. Sementara itu dalam pameran kelompok sudah lima kali Ella berpameran bersama seniman lainnya.

Pameran kali ini yang berjudul "Chasing After The Wind", tidak hanya menampilkan karya lukisan Ella melainkan juga menampilkan karya instalasi dengan mengembangkan ide awal dari origami burung bangau Jepang.

Sebagian besar anak, apalagi pencinta film kartun Jepang, pasti tahu makna burung-burung origami Jepang ini. Satu burung mewakili satu permohonan, dan Ella dengan tekun membuat burung-burung beraneka ukuran ini bukan untuk seribu satu permohonan. Dia hanya punya satu permohonan saja, agar bangsa Indonesia selalu damai...

Hanya satu permohonan, tapi sangat sulit untuk dikabulkan. Karena itu Ella memilih mengeluarkan tenaga dan pemikiran besar dalam menciptakan burung-burung bangau dari pelat besi dan aluminiumnya agar usahanya seimbang dengan permohonannya. Hal ini yang mencuri perhatian saya ketika melihat katalog Ella yang berisi foto dirinya sedang mengerjakan burung-burung aluminium itu. Pekerjaan seperti ini sangat membutuhkan konsentrasi tinggi dan ketekunan yang besar, sesuatu yang biasanya masih sangat sulit diharapkan dari gairah muda yang terus bergejolak dan meletup-letup. Dan ternyata Ella sanggup...

Memang karya instalasi Ella dengan suara burung-burung yang menemani saya melihat pameran itu yang sangat menarik perhatian saya. Sementara itu di luar museum bergerak demonstrasi yang anti pembubaran FPI, entah berapa bus yang datang berdemo dari daerah Monas dan Istana ke sepanjang Sudirman-Thamrin. Saya menemukan kenyamanan dan kedamaian di antara pantulan wajah burung-burung bangau origami dan seribu wajah saya sendiri di dalam ruang pamer Ella. Sayang sekali kamera saya tidak berfungsi, saya tidak bisa menyajikan sudut pandang dari balik lensa kamera saya.

Lukisan-lukisan Ella manis menarik sama seperti orangnya, sebagai elemen penghias dekorasi rumah akan sangat menarik. Sayangnya lukisan-lukisan dengan warna ceria dan aliran kontemporer yang pasti laris manis itu bagi saya belum kuat memancarkan pesan pelukisnya.

Lukisan Ella tiba-tiba menjadi lebih berarti ketika saya melangkah masuk ke ruang galeri Cipta III di Taman Ismail Marzuki. Di sana ada pameran lukisan berjudul "Daya Perempuan" yang merupakan hasil karya tujuh perupa berbakat. Mereka berkumpul di sana dalam rangka peresmian A2A Gallery yang akan diadakan tanggal 15 Juni nanti.

Mengapa nilai lukisan Ella bertambah di mata saya? Karena lukisan strawberri-strawberri manis itu ternyata bisa memotivasi seorang perupa lain untuk menghasilkan karya. Adalah Ahmad Sobirin yang dalam pameran "Daya Perempuan" menampilkan sebuah lukisan berjudul "Ela". Ternyata dalam bincang-bincang dengan pak Hendra dari A2A Gallery perupa tersebut mengatakan bahwa Ella adalah sumber inspirasinya.

Saya sendiri sangat tertarik dengan olahan Ahmad Sobirin yang salah satunya menggambarkan sebuah sarung tangan memegang tangkai seperti pena yang bekerja. Saya sempat bertanya-tanya mengapa judul lukisan ini "Ela". Sarung tangan itu ternyata sebuah jeans dengan merk Ela. Dari pak Hendra saya mengetahui betapa sang perupa ini tertarik melihat hasil karya seorang gadis yang baru berusia delapan belas tahun yang bernama Ela. Gadis itu membuatnya kagum karena penguasaan teknik menggambar dan seni yang tinggi. Dan Ela ini ternyata tidak lain adalah Ella Wijt yang pamerannya baru saja saya kunjungi sebelum bertandang ke TIM.

Tidak heran, karena Ella memang sudah mulai corat-coret gambar sejak usia empat tahun dan terus setia mengasah bakatnya. Bakat ini akan lebih terasah lagi karena dia pada tanggal 12 - 27 Juli 2008 akan berpameran di Taiwan dengan sponsor dari Yayasan DR Sun Yat Sen. Setelah itu ia kan berangkat ke Amerika Serikat dalam rangka beasiswa belajar di School of the Art Institute of Chicago.

Rasanya angin segar berhembus menyejukkan, biarlah dia mengalir ke mana dia ingin...tak perlu dijaring, saya yakin suatu saat dia akan kembali berhembus ke pantai yang sama. Dan semoga ketika itu harapan satu-satunya yang diemban burung-burung origami Ella sudah tercapai: Indonesia yang damai!



Catatan:

Buat yang mau lihat pameran Ella masih ada di Gedung Arca, Museum Nasional sampai tanggal 15 Juni 2008.



Foto dari katalog pameran Ella.

No comments: