Sunday, 1 June 2008

Refleksi Ulang Tahun Pancasila

Minggu, 01-06-2008 09:22:01 oleh: Retty N. Hakim
Kanal: Opini



Hari ini, 1 Juni, dikenal sebagai hari lahirnya Pancasila. Pancasila yang juga tergambarkan dalam lambang negara kita Garuda Pancasila sebagai perisai bangsa. Perisai yang berisikan lima dasar (lima =panca, sila = dasar) yaitu:

1. KeTuhanan Yang Maha Esa

2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia



Tahun lalu (Februari 2007), sebuah tulisan di majalah Time berjudul "Why Indonesia Matters" membuat saya sedikit gundah. Jurnalis asing Hannah Beech mengatakan: "In a response of sorts to the growing radicalism, Yudhoyono has recently paid lip service to Pancasila, the secularized state ideology promoted during the Suharto era. But if Indonesia is to shore up its international reputation, more will be needed than recycling an old ideology tainted by its association with a former dictator." (Menanggapi bertumbuhnya gerakan-gerakan radikal, Yudhoyono baru-baru ini mengingatkan kembali akan Pancasila, ideologi negara sekular yang dipromosikan dalam era Suharto. Tapi, bila Indonesia ingin kembali meningkatkan reputasi internasional bangsanya, banyak hal lain yang dibutuhkan di luar daur ulang sebuah ideologi tua yang ternoda oleh hubungannya dengan diktator yang pernah berkuasa.")

Bisa jadi saya salah tangkap dalam pemahaman Hannah Beech mengenai "old ideology", karena memang sebenarnya umur Pancasila sudah tua sekali karena berakar dari pemahaman hidup yang mendalam dalam berbangsa. Setelah membaca tulisan itu dengan sedikit emosi saya menulis sebuah tulisan di blog saya "Why Indonesia Matters, Why Pancasila Matters." Menurut saya sangat penting kita berpegang pada Pancasila karena sebenarnya isi yang dikandungnya sangat dalam maknanya.

Banyak orang yang mungkin merasa doktrinisasi Pancasila selama pemerintahan Orde Baru, tapi bila kita kembali mengkaji isi yang dikandungnya maka akan terlihat betapa berharga sebenarnya isi Pancasila itu. Yang kurang adalah penerapan isi sila-sila yang terdapat di dalam Pancasila.

Sementara pelajar dan mahasiswa harus semakin mengenal isi butir-butir Pancasila dalam kegiatan P4, contoh praktek yang terlaksana di lapangan sangat berbeda dengan teori yang ada di dalam kelas penataran. Bila antara teori dan praktek terjadi penyimpangan yang sangat jauh, berarti tidak ada penghargaan terhadap teori tersebut. Dan bila terjadi kegagalan di lapangan karena penerapan teori yang salah, maka siapa yang bisa disalahkan? Teori atau pelaku teori?

Dalam sejarah perumusan Pancasila di Wikipedia Indonesia tercatat bahwa pada tanggal 29 Mei 1945 Muhammad Yamin mengajukan pandangannya tentang Lima Dasar, sementara pada tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengajukan Panca Dharma. Lahirnya Pancasila ditetapkan sebagai tanggal 1 Juni setelah Soekarno pada sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) mengajukan nama Panca Sila.

Dalam tulisan S. Supomo berjudul "Tantular dan Karyanya" yang dimuat dalam buku 1000 Tahun Nusantara dari penerbit Kompas, dikatakan bahwa Soekarno ketika mengusulkan nama Pancasila mengatakan bahwa usulan itu berdasarkan "petunjuk seorang teman kita ahli bahasa". Kemungkinan besar seorang teman ini adalah Muhammad Yamin yang saat sidang itu memang duduk berdekatan dengan Soekarno. Ternyata kata Pancasila, seperti juga kata Bhinneka Tunggal Ika berasal dari kakawin Sutasoma yang diperkirakan berasal dari sekitar tahun 1367 -1389 (hal 503 buku 1000 Tahun Nusantara).

Muhammad Yamin memang memiliki perhatian yang besar terhadap sejarah Majapahit (lihat juga Dari Nusantara Menjadi Indonesia). Karena itu sejarah Pancasila juga tidak lepas dari sejarah panjang negara yang berasal dari persatuan kerajaan-kerajaan di seluruh Nusantara yang bersatu dalam keragamannya, Bhinneka Tunggal Ika.

Mengenal Pancasila secara mendalam berarti melindungi kebebasan setiap warga negara untuk menganut agama/kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam setiap agama yang diajarkan adalah kebaikan dan cinta sesama, begitu kesimpulan Kartini dalam salah satu suratnya, jadi sila pertama juga mengajarkan hidup rukun dengan sesama.

Menjalankan Pancasila sebagai dasar negara berarti juga menghargai sesama warga negara sebagai sesama manusia dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab.

Menerapkan Pancasila berarti juga menjunjung tinggi persatuan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan.

Menjalankan demokrasi Pancasila berarti ada diskusi yang berdasarkan "Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan", berarti rakyat merupakan bagian terpenting yang diwakilkan dalam parlemen oleh para wakilnya. Perjuangan para wakil rakyat adalah untuk kepentingan rakyat.

Dan yang tidak kalah penting dalam Pancasila adalah terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menyeimbangkan keadilan mungkin susah bila dilihat hanya dari satu sisi, tapi bila dilihat dari mata kepentingan bangsa dalam kesatuan filosofis sila-sila lainnya maka keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia harus terus diupayakan agar sila-sila lainnya juga terpenuhi maknanya.

Bukankah semua hal ini yang semakin sering dilanggar oleh pemegang perwakilan dan kekuasaan sehingga terjadi parlemen jalanan? Yang terjadi adalah rakyat yang semakin tidak percaya kepada wakil-wakil yang terpilih mewakili mereka? Rakyat yang kecewa kepada pimpinan yang dahulu mereka pilih sendiri?

Apakah Pancasila sungguh-sungguh berarti bagi para pemimpin dan wakil rakyat? Atau hanya sekedar basa-basi (lip service) bagi rakyat? Berguna atau tidak Pancasila sebagai perisai bangsa hanya bisa dijawab oleh bangsa ini sendiri, apakah mau serius menjalankan kelima dasar itu atau tidak. Yang pasti nilai yang terkandung di dalamnya merupakan sebuah nilai yang sangat dalam, yang tergali dari sejarah ratusan tahun sebuah bangsa besar yang sanggup belajar dari sejarahnya. Apakah modernitas sudah membunuh kemampuan belajar itu? Selamat meneruskan refleksi ini...

1 comment:

Anonymous said...

Mungkin itu sebabnya dulu Bung Karno menyerukan "jasmerah"= jangan sampai melupakan sejarah, harusnya bangsa ini lebih giat lagi belajar dari pengalaman/ sejarah, mengapa dulu perlu Pancasila? Bukankah sejak dulu Pancasila mengantisipasi ideologi lain yang akan mengganti kontrak politik negara Pancasila?

Modernitas jalan terus, tapi apakah kepribadian bangsa harus diganti?

Salam,
Inge Sundoko