Buah pena or fruit of the pen was started as an online diary of a citizen reporter. Time goes by, and I think being just a blogger is nicer than being a citizen reporter. Yet, it is important to keep a balancing diary. Online diary is kind of reporting too. So, I keep on doing my self experiment on living in the cyber space.
Sunday, 10 August 2008
MOS, Perlu Nggak Sih?!
Sabtu, 02-08-2008 12:33:43 oleh: Retty N. Hakim
Kanal: Remaja
Bulan lalu saya mengantar anak kembar saya memasuki dunia Sekolah Dasar. Kebetulan S D, SMP, dan SMA semua berada dalam satu kompleks sekolah. Jadi selain menyaksikan orientasi sekolah bagi anak SD, saya sempat juga menyaksikan orientasi sekolah bagi anak SMP dan SMA. Di lingkungan sekitar sekolah anak saya juga ada sekolah-sekolah lainnya dan saya sempat juga melihat dari jauh kegiatan MOS mereka.
Saya masih ingat tahun lalu seorang teman saya ketakutan karena anaknya yang masuk SMA harus melalui masa orientasi dimana para senior mengadakan juga cara-cara orinetasi di luar jam sekolah, dan di luar pengetahuan guru-guru dan sekolah. Alasan dari para senior mengadakan acara ini supaya menghasilkan adik kelas yang tangguh, tidak cengeng, dan mandiri.
Sebenarnya MOS itu perlu nggak sih? Saya mencoba melihat MOS yang baru saya saksikan dan merefleksikannya dengan pengalaman pribadi menjadi anggota “plonco” dulu…
MOS di SD sekarang menyenangkan, biasanya terdiri dari perkenalan dengan teman-teman, guru-guru dan fasilitas penunjang sekolah seperti perpustakaan, klinik dokter dan klinik dokter gigi. Ini masih sama dengan zaman saya SD dulu, mungkin bedanya fasilitas zaman sekarang lebih banyak, tapi kegiatan zaman dulu itu walau hanya kegiatan pramuka tetap menyenangkan.
Yang terasa berbeda waktu saya melihat anak-anak SMP juga ada acara MOS. Zaman saya dulu tidak ada acara menginap di sekolah untuk MOS, malah waktu SMP rasanya tidak ada acara khusus untuk orientasi sekolah. Ketika saya bertanya pada anak-anak perempuan yang baru pulang dari acara menginap di sekolah untuk MOS: “Bagaimana acaranya?” Jawabannya: “Ngantuk, ceramah melulu…bosan.” Lho, kalau cuma ceramah, ngapain sampai nginap, toh paginya saya sempat dengar mereka juga mendengar ceramah. Ternyata ada acara jurit malam! Dalam hati, “yah nggak seru banget…jurit malam di sekolahan, zaman dulu itu seru banget jurit malam pramuka dan PMR, jalannya di sawah bahkan di kuburan.” Tapi itu bukan dalam acara MOS, itu memang dalam acara khusus perkemahan dan pesertanya juga dipilih yang berani ikut. Sayang di sekolah anak saya kegiatan ekstra kurikuler pramuka maupun PMR tidak ada…
MOS untuk anak SMA lebih seru kelihatannya. Walaupun di Jakarta ada himbauan untuk tidak melakukan praktek MOS yang aneh-aneh, di luar Jakarta ternyata tidak ambil pusing…Anak laki-laki datang dengan kostum daster ibunya, sementara anak perempuan dengan rambut terkucir-kucir. Tapi diantara kegiatan mereka sepertinya ada juga kegiatan yang sedikit “ilmiah”, entah apa yang mereka lakukan dengan botol air mineral dan mengisi botol itu seperti menimbang-nimbang. Kegiatan lainnya sepertinya klise…nyanyi, gaya aneh. Lumayan malu karena ada orang tua murid yang melihat (yang di pinggir jalan) atau adik-adik kelas yang menyaksikan. Uniknya peserta tidak terlihat tertekan. Baik yang senior maupun yang yunior tampak tertawa-tawa saja, bahkan sengaja berpose dengan pakaian “aneh” mereka.
Saya jadi ingat masa plonco SMA saya, rambut kucir dengan pita, kaos kaki beda tinggi. Waktu itu urusan panjang rok juga bisa kena semprot kakak senior. Masing-masing punya nama antik. Saya masih ingat nama cakep saya “cindil”. Pekerjaan utama memburu tanda-tangan dari selebriti sekolah, maksudnya orang-orang yang punya jabatan di organisasi sekolah serta guru-guru. Walau seringkali tidak tahan mendengar suara bentakan atau pukulan keras pada meja, tetap saja buat saya acara itu seru juga. Maklum jadi banyak kenal kakak kelas, dan nantinya mereka banyak membimbing ketika kami memilih kegiatan ekstra kurikuler. Beruntung nama cakep saya tidak melekat erat, bahkan mungkin sebagian teman sudah lupa pada nama antiknya itu.
Tapi di sekolah adik saya nama antik itu ternyata ada yang terus melekat sampai sekarang. Baru-baru ini saya reuni SD, dan sebagian anak lelaki itu saling memanggil dengan nama panggilan mereka yang berasal dari ploncoan di SMA. Walaupun nama mereka aneh-aneh tapi kelihatannya mereka santai saja dan senang-senang saja dengan nama panggilan itu. Teman-teman adikku yang berasal dari almamater yang sama memang punya nama antik-antik seperti “Tomat” dan “Hombreng”.
Masa orientasiku di universitas lebih banyak terisi dengan kegiatan P4. Ada juga sedikit acara "perkenalan" tapi galaknya tidak berlebihan (atau mungkin karena waktu itu banyak yang menjadikan acara itu buat ajang cari gebetan ya?!)
Sebenarnya ada banyak kenang-kenangan dari masa orientasi sekolah yang dahulu dikenal dengan berbagai nama; ospek, mapram, plonco, dll. Ada teman yang jadi benci sama seniornya, ada juga yang jadi akrab. Semuanya memang kembali lagi ke karakter dan pribadi masing-masing. Tapi jadi ingin tahu juga pendapat anak sekolah sekarang ini tentang MOS, harapan dan kesan-kesannya. Bagaimana wikimuers sekolah?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment