Showing posts with label Toyota Kijang. Show all posts
Showing posts with label Toyota Kijang. Show all posts

Sunday, 14 September 2008

What a day!

Actually today I started the day with good news! My internet was able to work properly after the computer got struck by lightning (again...hu...hu...hu...I was panicked as I've got so many commitments that would need my computer!)

Then, after doing all the online work, preparing the children, and struggling through the traffic for more than one hour, brought the children to my parents' house, then I was able to arrive to the museum "in time" (perfect time...as the visitors in the museum were already preparing to make a phone call to Rose). I should be leaving earlier from Serpong! I was actually Martha's back-up, but we decided to do tandem tour with her as the leader. She had problem with her stomach...so I've got to try my best in remembering dates! Yes, I was actually share the same problem with my eldest son: it's hard for us to remember all those years of the history lesson. Usually I need to reread some information before guiding(on dates etc. to remember it the next morning).

Luckily I did have a very nice group of visitors. They were active asking questions and making comments. The highlight tour went on longer than my usual tour, but not as tiring as I usually was.

Then I went to my brother's house to work online and to print out the invitation from Toyota Kijang (and also to see what time is the venue)...it's really a small world, he knew Tuhu (the man in charge for the invitation) from the IYCEY competition.

Back to my parents' house I've got to struggle with those boys to make them take their nap. They do need it or they will fall asleep in the car (like they usually did) on the way to the event. I'd like to take part in the photo session with the new car. I knew that it would be a grumbling session if they do not have their afternoon sleep! But then they were so difficult to wake up! We moved out from the house at five o'clock...late already!

Yet, I did not think of the traffic...and actually I do not even think that the traffic will be that bad! From jalan Wijaya to Pondok Indah Mall 2 it took me an hour. I was not familiar with PIM 2 (he...he...he...it was like a villager came to the city) and I was lost in the parking lot for one hour! Really one hour! We were in already by 18.00 but we arrived inside the mall at about 19.00. I am not bless with a fairy godmother for finding a parking lot. And I saw more than one car who used two parking spaces for only their own car...being very tired, I was a bit angry! I knew now why one blogger do care to upload a post about parking spaces (see it here).

I hate parking lot! I think I never like it, even as a student of architecture...I don't really like to design a highrise building because I did not feel comfortable with all those columns in the parking lot! In the beginning I did not look for valet service as I had computer and some other bags in the car, but then...when I was hopeless I could not find their service booth!

Two hours driving with three fighting boys inside the car could make me insane! I wonder when can we enjoy the facility like MRT in Singapore (with the accuracy of departure and also with safety feeling for its riders). Traffic is something I really hate from Jakarta! Back from the PIM I came into another traffic jam in Pondok Indah and Bintaro before I could go into the toll road. 30 minutes to get out from the mall, and another one hour to go home...

Shuttle bus is OK for me, but their time schedule is not really regular, and it is also depending on the traffic...so we can't have a very tight scheduling with this shuttle bus...sometimes we can be late. But, the worst is the time I lost while waiting without any idea at what time the next bus to go home would arrive! The time schedule is also limited, so we can't really count on it to transport us home after seven in the evening!

Completing my regret of the day...my camera's batteries got exhausted again...so I could not even make a picture from the event for wikimu (I'm usually not really keen on writing about culinary but the waiter put so many things on our table, some looks interesting for the culinary article- though I am not good at writing about culinary!).

I feel grateful to the EO of the event that they were patient enough waiting for us...the boys were not really eating (we visited KFC's drive through counter on our way back,that's how we add some minutes that make our one hour riding back home he...he...he...), but they do enjoy seeing new things. And we do enjoy receiving a small plush toy Kijang. The Toyota Kijang's blog writing competition made me taking up personal blogging too (I found it fun!). I did not really write about traveling, I just wrote out everything about my Kijang.

I heard that the evening event was fabulous, guests seemed happy to go home...winning or not winning! So the new wave marketing is taking on their way...

Wednesday, 23 July 2008

Kijang dan Visit Indonesia Year 2008



Tahu tidak hubungan antara mobil kijang dan Visit Indonesia Year 2008? Ada hubungan erat antara kedua hal itu, karena bila tamu keluarga berdatangan maka mobil kijang menjadi sangat dibutuhkan. Kali ini bukan bercerita tentang perjalanan jauh ke luar kota, atau kisah menginap di “pulau air”, tapi sekedar berbagi kisah acara kumpul keluarga.

Hari Minggu kemarin, saya terpesona juga melihat kijang-kijang berkumpul di halaman rumah orang-tuaku, ada juga yang merumput…he..he..he…karena terpaksa harus naik ke halaman rumput. Ceritanya hari itu ada reuni kecil keluarga secara tidak resmi.

Seorang sepupu yang bekerja di perusahaan multinasional dan sedang bertugas di Amerika datang berlibur dengan istri dan salah seorang anaknya. Ibunya datang dari Makassar ke Jakarta, lumayan bisa bertemu anak dan cucu setelah sekian lama hanya berkabar melalui telpon.

Seorang tante yang lain, punya keluarga yang “internasional”. Satu sepupuku menikah dengan pria Perancis, yang seorang lagi menikah dengan pria Amerika, sementara adiknya yang paling kecil menikahi gadis Amerika. Untungnya si sulung masih kebagian produksi dalam negeri, nona Menado. Kebetulan menantu Perancis dan si bungsu beserta istri tidak bisa datang, tapi coba bayangkan kalau keluarga ini sudah berkumpul dengan segala keragamannya. Anak saya sedikit heran karena punya sepupu bule yang tidak bisa berbahasa Inggris. Maklum, anak sepupuku yang dari Perancis cuma bisa bahasa Perancis dan Arab (karena mereka agak lama di Maroko). Mobil si sulung yang kijang jadi andalan mereka dalam bepergian beramai-ramai (dan hemat energi).

Minggu pagi itu, keluarga Amerika yang terdiri dari bapak, ibu, dan dua orang putra kecilnya berangkat berlibur ke Bali dengan pesawat. Tidak disangka, pesawat delay dan mereka sudah menunggu di bandara Soekarno Hatta dari jam 7.00 pagi sampai jam 11.00 siang tanpa kejelasan kapan berangkat. Pikir-pikir, kalau mereka berangkat naik mobil Kijang tentunya sudah cukup jauh perjalanannya. Kalau mereka berjalan lewat jalur Selatan tentunya Bandung sudah terlewati, belum lagi mereka bisa melihat-lihat pemandangan di jalan. Entah jam berapa akhirnya baru mereka berangkat, kasihan juga anak-anak kecil mereka pasti bosan menunggu di bandara.

Ketika tamu-tamu bubar jalan untuk melanjutkan perjalanan masing-masing, saya sempat iseng bertanya pada seorang sepupuku yang memiliki mobil kijang: “Kenapa kamu pilih kijang ini?” Dia menjawab: “Soalnya, dari dalam mobil tidak terlalu keras suara mesinnya. Biasanya mobil diesel kencang bunyinya.” Hah? Saya sedikit melongo karena saya tidak sadar kalau mobil dia itu pakai solar bukan bensin. “Biasanya mobil solar bau sekali asap knalpotnya, kok ini tidak ya?!” kataku. Walaupun tidak memperhatikan tipe mobil, biasanya saya selalu terganggu dengan bau solar yang bisa membuatku sakit kepala.

Tapi saya lupa bertanya apakah mobilnya juga perlu membuka satu pintu ketika menutup pintu bagasi supaya bisa tertutup kencang. Ini salah satu kelemahan kijangku dan kijang ayahku, sampai-sampai setiap kali menutup pintu bagasi kami terbiasa membanting pintu keras-keras. Tentunya menjadi tertawaan ketika kami menutup pintu bagasi mobil orang tanpa mengingat kalau itu bukan kijang kami.
Jadilah kijang-kijang lincah ini akan bertugas mengantar tamu-tamu dari luar negeri untuk melancong di Indonesia. Rute mereka selain Bandung (tentunya tujuan utama ke Cihampelas) juga ke Puncak, dan berbagai tempat rekreasi di Jabodetabek. Sepertinya Mangga Dua juga akan masuk dalam agenda mereka, karena biar sudah tinggal di luar negeri, tetap saja selera sepupu-sepupu perempuanku itu khas Indonesia…wisata belanja!

Bulan September mendatang giliranku yang menerima tamu dari Australia. Kakak iparku menikah dengan pria Australia, dan mereka akan datang bersama dua orang putrinya ke Jakarta. Kalau mereka tinggal cukup lama disini, maka bisa jadi kami ikutan konvoi orang mudik Lebaran di awal Oktober nanti.

Beberapa tahun yang lalu ketika mereka datang, pernah juga kami berbaris dalam antrian panjang mobil-mobil mudik. Saat itu kami hanya bertujuan ke Puncak, tapi mau tidak mau harus antri bersama mobil-mobil yang akan pulang kampung. Yang menyetir harus lebih hati-hati karena kondisi seperti ini memerlukan banyak main kopling dan gas. Kalau kurang piawai bisa-bisa koplingnya habis. Tapi toh, kami tidak terlalu khawatir juga. Bukan hanya karena yang menyetir benar-benar menguasai mobil, tapi juga karena tenda-tenda bengkel resmi dari Toyota untuk membantu konsumennya banyak tersedia di tepi jalan. Rasanya perjalanan jadi lebih mantap dan aman!

Jadi karena Indonesia sudah mencanangkan tahun 2008 sebagai Visit Indonesia Year, dan rupanya banyak juga yang rindu kampung halaman dan sanak saudara, maka saya hanya bisa berkata; “Selamat datang, kijangku siap melayani kalian!”

Wednesday, 9 July 2008

Esai Foto: Sepanjang Jalan Kenangan

Ketika membuka-buka album lama, terlihat foto-foto perjalanan yang tidak banyak berbeda dengan foto-foto yang saya masukkan dalam Esai Foto: Libur sekolah telah tiba.... Bedanya dalam foto-foto lama ini saya yang menjadi tokoh anaknya. Rupanya banyak hal yang diwariskan oleh orang tua yang diturunkan tanpa kita sadari.
1972, my father, my grandma, me, and my brother.

Beruntung keluarga saya sudah memiliki kebiasaan merekam kegiatan kami sejak dahulu, sehingga sangat jelas terlihat betapa banyak kesamaan yang bisa jadi terjadi karena peristiwa masa kecil terekam dalam ingatan bawah sadarku dan terulang kembali ketika saya memiliki anak. Itu sebabnya sangat penting bagi orang tua untuk menyadari fungsi dan pengaruhnya kepada anak-anaknya.

Hal lain yang juga menarik perhatian saya adalah kesetiaan ayah saya pada mobil Toyota. Bisa jadi keterkaitan saya kepada merek mobil ini juga terpupuk oleh ayah saya. Pengenalan dan keterkaitan terhadap merek memang sudah saya sadari dipupuk oleh keluarga, hal ini pernah saya bahas dalam tulisan mengenai Kidzania (lihat wikimu untuk versi Indonesia, dan tulisan ini untuk komentar dalam bahasa Inggris).


Jeep Toyota yang ngeceng di Puncak Pass ini difoto tahun 1972, ketika itu saya dan keluarga masih tinggal di Makassar. Ceritanya mobil ini kemudian dibawa ke Sulawesi, kami hanya numpang pakai dan bergaya sejenak.




Ketika kami pindah ke Jakarta pada tahun 1974, ayah mengirimkan mobil Toyota Crown yang kami pakai lewat kapal laut. Jadilah mobil dengan nomor polisi DD ikut menyemarakkan kota Jakarta, sebelum berganti pelat nomor B. Dengan mobil Toyota Crown ini kami berjalan-jalan menyambangi kenalan di kota Bogor, terlihat foto saya dan adik bersama seorang tante di depan mobil kami.

Kemudian ketika saya pertama kali belajar menyetir, ayah saya menjadi guru pertama pelajaran menyetirku. Mobil yang kugunakan adalah Toyota Corolla DX, itu juga yang kemudian menjadi sedan pertama yang kugunakan. Tetapi SIM A pertamaku kudapat bukan dengan membawa mobil sedan. Ketika itu saya ikut mengambil SIM melalui tempat belajar menyetir, walaupun saya tidak ikut les menyetir di tempat itu. Alhasil saya menjalani tes bersama calon-calon sopir dan mobil yang harus kugunakan adalah L300. Bayangkan saja betapa kagok dan bingung saya ketika harus ujian praktek itu. Terbiasa dengan sedan dan persneling tongkat membuat saya merasa aneh membawa mobil besar L300 dan persneling tangan. Tak urung mobil meluncur turun ketika pak polisi meminta saya mengerem di tanjakan tanpa menggunakan rem tangan. Huuhhhh...untung akhirnya aku lulus juga, padahal terus terang sebelumnya saya sudah panas dingin memperhatikan sopir-sopir lain ganti gigi...maklum saya belum pernah bawa mobil model begini, untung masih bisa masuk ke gigi yang benar!

Ketika kemudian saya berganti memakai mobil kijang tidak terasa aneh karena walau berbadan besar, kijang tetap dengan rasa sedan (he..he...he...)

Lomba menulis blog Toyota Kijang malah membuat saya menggali memori masa lampau, dan merasa beruntung karena orang tua saya sudah mengisinya dengan kenangan indah yang mungkin tidak teringat tanpa melihat foto, tapi secara nyata terekam dalam alam bawah sadarku dan terulang kembali dari saya untuk anak-anakku.

Note: It's funny to see how our unconscious mind can keep our memory and reflected back in our action to our kids. Look at these pictures, see how similar it is with my own experience with my children (posted in the other Photo essay). Brand awareness is also something that can be passed through generations as inheritance of being a loyal costumer...see how my dad was also using Toyota and he's still a loyal costumer today!).

Friday, 4 July 2008

Jakarta, Banjir, dan Kijang nan Perkasa...

Saat menulis artikel untuk wikimu.com dalam rangka memperingati hari ulang tahun Jakarta (lihat wikimu.com), tiba-tiba saya teringat pernah melihat foto mobil kijang adikku yang berendam dalam banjir. Tanya sana tanya sini, akhirnya saya berhasil mendapatkan foto tersebut dari seorang sepupu yang menjadi saksi mata, dan dari ayah saya yang masih menyimpan foto-foto yang dipakai sebagai bukti untuk klaim asuransi. Berikut ini sedikit kisah tentang Jakarta, banjirnya, dan kijang perkasa yang selamat setelah harus menginap di “rumah sakit” mobil.
The big flood visited Jakarta (February 2007)

Sejak pertama pindah ke Jakarta, keluarga saya tinggal di tepi kali Krukut. Tidak terlihat persis di sebelah kali karena ada sebuah tembok tinggi yang membatasi kali dengan kompleks perumahan kami, tapi sesungguhnya memang rumah kami termasuk berada di tepi kali itu. Ketika Jakarta semakin tua, terasa banjir semakin sering menyambangi kompleks perumahan kami.


Jakarta sejak masih bernama Batavia memang sudah rentan banjir. Tidak heran bila zaman dahulu Batavia (sebelum berganti menjadi Jayakarta, lalu berubah lagi menjadi Jakarta ) ingin dibuat meniru Amsterdam, dengan kanal-kanal sebagai pengatur lalu-lintas air di dalam kota. Rasanya memang air perlu manajemen khusus dalam perencanaan kota Jakarta, soalnya tanpa hujan tanpa angin rumah saya dahulu bisa tiba-tiba tergenang air yang meluap. Katanya sih, penjaga pintu air memberi kami “hadiah” kiriman dari Bogor. Bogor memang terkenal sebagai kota hujan…jadi tidak heran kalau limpahan “hadiah” yang dikirim cukup besar volumenya.


Kalau mengingat posisi strategis rumah orang tua saya di Kebayoran, rasanya lebih nyaman tinggal menumpang di rumah orang tua. Tapi, kalau mengingat banjir yang membuat jadwal acara saya dan suami bisa berantakan tiba-tiba, kami lebih senang pindah ke luar Jakarta dengan resiko tua di jalan!

Banjir ini juga yang menjadi salah satu penyebab kami mengganti mobil sedan dengan mobil kijang. Selain kebutuhan fungsional untuk mengangkut banyak orang, mobil ini cukup tinggi untuk mengarungi banjir pendek di kompleks rumah orang tuaku dulu. Kondisi mobil ini memungkinkan kami untuk tetap nekad pulang ke rumah ataupun untuk mengungsikan mobil di dalam keadaan banjir mulai meninggi. Di kemudian hari kendaraan jenis ini membuat perasaan dalam mengendarai mobil lebih aman, karena bila ada banjir kecil di jalan kami masih cukup PD (percaya diri) untuk melewatinya.


Tapi banjir besar seringkali datang tanpa disangka-sangka. Begitu juga kejadian yang terjadi pada bulan Februari tahun 2007. Tiba-tiba banjir datang melanda, dan ternyata bukan sekedar banjir seperti biasanya. Kami memang sudah terlatih untuk hidup bersama banjir, beberapa bagian rumah ditinggikan untuk mengantisipasi banjir musiman maupun banjir besar lima tahunan. Tapi tanpa kewaspadaan tinggi tetap saja korban bisa terjadi. Salah satu korban itu adalah kijang adikku.

Bisa dibayangkan kondisi banjir ketika itu, bila melihat mobil lain yang tadinya sudah diamankan di dalam ruang tamu bisa melayang mendobrak pintu rumah dan keluar ke halaman, dan berhenti karena tertahan oleh pagar rumah. Mobil adik bungsuku, sebuah Kijang Grand Extra keluaran tahun 1995 terendam hingga hampir ke atap mobil. Ketika banjir usai, rasanya campur aduk melihat mobil yang sudah berusia dua belas tahun itu berlumur lumpur. Kalau di Singapura, mobil ini sudah termasuk mobil kadaluarsa, sayangnya buat adik saya mobil ini sangat menunjang operasional pekerjaannya dan dia belum mampu membeli mobil baru khusus hanya untuk pekerjaan operasional tersebut. Beruntung karena layanan asuransi kendaraan yang digunakan keluarga kami cukup bagus. Pihak asuransi benar-benar bertanggung jawab membantu biaya “rumah sakit” si kijang tua ini.

Ketika itu bengkel-bengkel yang biasanya berafiliasi dengan asuransi kami ikut menderita kebanjiran, maklum banjir besar se Jakarta itu memang melumpuhkan roda ekonomi Jakarta untuk beberapa saat. Jangan ditanya kerugian materil yang ditanggung rakyat dan pemerintah akibat musibah banjir ini! Dalam kesukaran terkadang ada berkatnya juga, karena bengkel-bengkel juga kebanjiran maka pihak asuransi mengizinkan adik saya membawa mobilnya ke bengkel Auto 2000. “Rumah sakit” mobil dan perawatan salon rupanya berhasil mengobati kijang adikku. Alhasil kijang tersebut sudah sehat kembali (lihat foto di postingan ini), dan kadang-kadang saya pinjam juga bila sedang tidak punya kendaraan. He...he...he...untung Kijang adikku selamat setelah berlibur di "pulau air", jadi dia masih bisa perkasa dan berjasa dalam usia tuanya.

Wednesday, 18 June 2008

Blog as a marketing tool.

Enjoying writing my experiences with Toyota Kijang made me realized how powerful the function of blogs as the new way for marketing research. It is also a new way of marketing, and it will convey better the "word of mouth marketing" (a review for Andy Sernovitz's book was written by Tuhu Nugraha in Bahasa Indonesia, it can be read here)

As a loyalist to a brand name, costumer will not really count for the prize given in a blog competition like this. Of course the prize will add the fire to write it down, but the possibility of winning is always so thin...it's like gambling! The important aspect of voicing our experiences is the ability to have a better product development in the future, and a better after sales service from the producer of the product.

Indonesian costumers are not very well protected. I've heard from a friend that in the USA we can give back a product we bought if we are not satisfied with it. Here, even if the product has something wrong from earlier period of buying it we couldn't even exchange it.

I had several bad experiences with presents. My kids had Christmas' presents which could not function, but we could not claim it back as it was already passed the seven days of claim period. Hunting Christmas' presents surely took more time than a week! And the exchanging period will only work for big stores, small stores are not counted in.

Recently my camera was stolen. My cousin who knows that I really need that camera to enriched my articles, gave me a new camera for my birthday present. I was really happy, the camera she gave me is from a well known brand name. Unfortunately the camera worked only for several shots and then it were out of batteries. Changing the battery could not help it. Claiming it to the store was not really helping me, instead I was asked to buy rechargeable batteries. I did so...And it turned out that the camera was not working at all when I was about to take pictures from some art exhibitions.

As it was a gift, and I live a bit far away from the shop where my cousin bought it, I asked her to help me claim it back to the shop. The camera is barely new...but we (the costumer) are always the misfortune one who was blame for the problems found in the product. My cousin was a bit furious because she did not get a nice service attitude from the store's attendants. I don't know how that camera case will ended up...

Back to the blog writing competition. As a costumer's point of view, having a chance to show our appreciation to the producer would also benefit us the costumer as we'll have a better service next time!

Revealing part of personal life is also fun. Some readers like to have more personal news than the usual opinion or news' collection. I think that's the essence of blogging, revealing a part of ourselves to others.

I am still looking to find the ethical code for using others' pictures. Sometimes I've received some pictures through e-mails, forwarded by friends. I don't really know the source of that pictures but it would be a perfect picture to add in my article. It would be nice to know how to use it without breaking others' creative or intellectual rights.

Blog as a marketing tool would be very interesting to study, as it would open a wide and global world to a product. The knowledge to combine it with the conventional advertisement will help everybody. The media still need advertisement to finance them, yet blogger could also be a real input for the advertising company and to the company of the product itself (R&D, Production, and Marketing will all gain input from users).

Tempat Tidur Alternatif…

Saya senang menggunakan mobil Toyota Kijang selain karena fungsi dan ukurannya, juga karena ada moncongnya. Terbiasa menggunakan mobil sedan memang membuat saya merasa lebih aman berkendara bila memakai mobil dengan moncong seperti kijangku itu.

Problema klasik ibu rumah tangga adalah asisten rumah tangga yang terkadang keluar masuk. Jadi pernah juga saya hanya punya seorang suster sementara anak-anak yang harus dijaga ada tiga orang. Bila si kembar sakit, maka salah satu digendong oleh suster tapi yang seorang lagi harus duduk sendiri karena sang ibu harus menyetir.

Terkadang ibunya harus pergi dengan salah satu dari kembar ini saja. Pernah salah satu dari kembarku harus segera dibawa ke rumah sakit, sementara ayahnya ataupun bala bantuan lain tidak bisa segera sampai ke rumah kami. Alhasil suster menjaga dua anak di rumah dan saya sendirian membawa bayi yang sakit dan diare ke rumah sakit. Memanggil taxi di daerah rumah kami pada waktu itu masih sangat merepotkan, jadi lebih efisien bagi saya untuk pergi menyetir mobil sendirian.

One of the twins in his car seat when he was five months old.

Meletakkan kursi bayi dalam ikatan seat belt terasa lebih aman bila mobil juga memiliki hidung yang lebih maju. Sebenarnya dalam teori, anak-anak harus duduk di belakang, tapi seringkali mereka rewel sekali. Dan tentunya agak sulit bila saya hanya berduaan dengan si bayi dan dia ribut menangis di belakang. Dengan dia duduk di depan di samping saya, maka dia lebih tenang karena bisa melihat langsung ibunya. Hal ini mungkin bukan contoh yang baik, malahan di luar negeri sepertinya termasuk terlarang karena bisa berbahaya bagi anak itu sendiri. Inilah susahnya anak Indonesia, dari kecil sudah "bau tangan", agak sulit mendisiplin mereka karena ibunya juga seringkali jatuh kasihan.

Setelah agak besar mereka lebih senang duduk di belakang, antara lain karena mereka bisa bermain ataupun tidur dengan lebih leluasa. Bahkan terkadang tidur dengan segala macam gaya unik mereka.

Raphael (one of the twins) with his unique way of sleeping.

Urusan tidur bukan cuma urusan anak-anak. Suami saya, alias ayahnya anak-anak, juga sangat sering tidur di mobil bila harus lembur mengejar penyelesaian proyek sampai pagi. Maklum, terkadang untuk pekerjaan di mal para kontraktor baru boleh masuk setelah pukul sepuluh malam. Jadi bila pekerjaan belum selesai dan kantuk menyerang biasanya dia mencuri tidur sebentar di dalam mobil.

Terkadang kijang ini juga jadi penginapan murahnya. Bila ada proyek di luar kota dan mereka belum sempat mencari penginapan, maka biasanya kijang pun berubah menjadi losmen sementara.



Saya sendiri tidak pernah mencoba tidur malam hari di kijang. Tapi bila sedang tidak menyetir mobil, maka bisa jadi saya juga tertidur di kursi penumpang. Ternyata kijang itu juga berfungsi sebagai pengganti caravan kecil he...he...he..., enak untuk digunakan tidur!

Tapi perlu juga berhati-hati untuk menggunakan mobil sebagai tempat tidur. Kalau kasus saya dan anak-anak biasanya tertidur ketika mobil dalam perjalanan dengan beberapa penumpang lain yang bangun. Hanya, khusus untuk tidur di parkiran (atau di ferri, seperti yang pernah juga dilakukan suami saya) perlu lebih berhati-hati. Tidak mustahil ada kebocoran dan gas karbon monoksida (CO) masuk ke dalam mobil dan menjadi malaikat maut bagi penumpang mobil. Walaupun tidak memasang AC dan bersiap menghadapi perang melawan nyamuk, jangan lupa mobil lain yang parkir di dekat anda bisa juga menyalakan mesin mobilnya dan menjadi racun yang mengotori paru-paru anda!

Bahaya lain yang menanti, ya... bahaya kehilangan barang! HP suami saya lenyap di ferri menuju Lampung ketika dia tertidur di mobil. Jadi walaupun nyaman untuk tidur, tetap saja perlu waspada dan berhati-hati...

Sepertinya kisah kali ini sekedar berbagi kisah saja, bukan untuk dicontoh dan ditiru, sekedar bercerita fungsi lain kijang bagi keluarga saya...

Monday, 16 June 2008

Esai Foto: Libur sekolah telah tiba…

Libur kenaikan kelas sudah tiba. Anakku yang naik ke kelas lima SD sudah mulai libur, adiknya yang masih TK masih akan sekolah seminggu lagi. Setelah itu? Ampun…harus kreatif bikin acara buat mereka. Berhubung tidak ada dana untuk jalan-jalan ke Disneyland (he...he…he…) maka acara dalam negeri dan dalam kota boleh juga ditengok. Sebenarnya tidak terhitung jumlah kegiatan lain yang bisa dilaksanakan, tinggal kreativitas menciptakan acaranya saja.

Biasanya anak lelaki ini suka sekali bermain layangan, jadi kemanapun kami pergi biasanya layang-layang tidak tertinggal untuk dibawa. Permainan layang-layang ini bisa mendekatkan anak-anak dengan ayahnya. Biasalah, ayahnya juga pernah jadi anak-anak kan?! Ya, biasanya buat sang ayah jadi nostalgia masa lalu, sementara sang anak memandang kagum karena ayahnya bisa menaikkan layang-layang tinggi ke angkasa.





Ke pantai maupun ke gunung, selalu ada tempat untuk bermain layang-layang. Justru di rumah mereka sulit main layangan, karena tiang dan kabel listrik yang seliweran itu membuat ibunya ngeri dan melarang bermain layangan di jalan.


















Terkadang sekedar berjalan-jalan ke pegunungan dan menikmati perkebunan teh sudah merupakan selingan berharga bagi anak-anak. Udara segar dan pemandangan yang indah senantiasa meningkatkan kesegaran jasmani untuk memulai hari baru. Komunikasi tidak langsung akan terlaksana dan hubungan yang berkualitas antara orang tua dan anak akan lebih tercapai.


Bila jatah belanja tidak besar, maka cara termurah untuk liburan adalah membawa sendiri bahan makanan dan peralatan memasaknya. Kemudian cari penginapan yang memungkinkan untuk masak sendiri. Murah sih murah…tapi bawaannya tidak sedikit juga lho! Untuk itu tentunya diperlukan mobil yang sanggup mengangkut banyak barang.
Setelah punya anak kembar, mau tidak mau barang bawaan tambah banyak. Belum lagi suasana dalam mobil inginnya lega. Terkadang bangku mobil dilipat supaya anak-anak bisa selonjoran di belakang. Lalu bagaimana dengan bawaan yang seabrek tadi? Mereka naik pangkat ke atas atap mobil. Kalau awalnya pakai terpal dibungkus model orang mudik lebaran, belakangan kami lebih gaya, pakai “mahkota” untuk sang kijang. Kijangku jadi ngetop di lingkungan tetangga karena “mahkota” yang nangkring itu. Sampai pernah juga ada tetangga yang mau nyewa si kijang untuk keluar kota, wah…wah…wah…kami juga masih butuh kok!

Harga bensin naik nih, perlu lebih irit…Masih ada alternatif lainnya! Rumah kakek dan nenek juga menarik untuk dikunjungi, apalagi kalau pohon rambutannya sedang berbuah. Asyiiiik…mari panen rambutan!





Bisa juga jalan-jalan ke museum, ke kebun binatang, atau sekedar ke pusat perbelanjaan. Anak-anak libur tapi orang tua tidak libur, ya perlu cari hiburan lain. Naik delman atau naik kuda juga jadi trend di kompleks perumahan saya. Sementara anak-anak menikmati naik delman, sang kijang boleh beristirahat dulu. Lalu setelah malam turun, anak-anak juga senang sekali berkumpul dengan teman-temannya untuk bermain kembang api. Ternyata banyak juga acara menarik di dekat rumah ya…, bagaimana dengan anda?








Thursday, 12 June 2008

Kijangku yang Serba Guna!

Setelah bekerja, mobil kijang rasanya lebih berguna daripada mobil sedan karena bisa untuk mengangkut berbagai macam orang dan barang. Rasanya memang benar-benar segala macam barang yang masuk ke mobilku. Dari batu, genteng, semen, sampai kloset semuanya dapat giliran menjadi penumpangku. Bawa kaca juga pernah lho, tapi ketangkep polisi...bukan cuma mau ditilang, mau dikandangin mobilnya...ya ampun! Gimana ya?! Mana nggak ada duit lagi! Eh si bapak polisi dengan santainya mengizinkan saya ke ATM dulu...hah?! Ya sudah, demi keselamatan dan kelancaran pekerjaan...tukang-tukang menunggu di mobil sementara yang tukang insinyur nyari ATM! Sebenarnya sempat curiga juga apa ini polisi beneran atau bukan, tapi terlanjur kalah gertak...

Cerita nyaris nyasar di Jogjakarta itu sebenarnya sekedar intermezzo si kijang setelah bertugas ke Bali. Pacarku (sekarang sudah berubah status jadi suami) dapat kerjaan ke Bali dan dia pakai kijang kapsul kesana sambil bawa barang dan tukang. Pulangnya mereka mampir di Jogja menjemput saya dan teman saya untuk pulang ke Jakarta. Karena mereka sudah kecapaian sehabis perjalanan Bali-Jogja, maka mobil Kijang yang nganggur saya manfaatkan.

Temanku yang orang Jawa tapi besar di Jakarta ini sedang mengambil ujian negara kedokteran disana. Saya ikut menemani, sekedar jalan-jalan melihat Jogjakarta. Dapat mobil pinjaman bagi kami bagai dapat durian runtuh, kami langsung siap menjelajah ke pinggiran Jogjakarta. Pak dhe eh, rasanya bukan pak dhe...tapi pak lik, maklum aku manggilnya cuma Om Harry, tinggal di pinggir Jogja. Mumpung deh, kita jalan-jalan memberi kejutan!

Pengalaman menyetir di Jogja buat saya yang orang Jakarta lumayan untuk belajar bersabar. Alon-alon asal kelakon. Kalau di Jakarta lampu kuning kita sudah siap-siap ganti gigi mau jalan, waktu itu disana...sudah lampu hijau baru mobil depan masuk gigi satu. Zaman itu loh...entah sekarang ini!

Berduaan, cewek-cewek sok berani, terlalu pandang enteng kota Jogja. Maklum Jakarta itu kan buesaaar toh, Jogjakarta itu kecil lah, tidak mungkin kami bisa tersesat. Sudah punya peta, sudah ada alamat, siapa takut?!

Tapi kalau perginya siang hari mungkin tidak mengapa, ini kan perginya menjelang magrib. Alhasil kami terus menerus bertanya di jalan sehingga semakin panjang saja perjalanan kami. Di peta terlihat dekat, ketika dijalani kok rasanya tidak sampai-sampai. Ketika kami merasa sudah berada di jalur jalan yang benar, tiba-tiba kami tersadar kalau jalan raya semakin sepi dan mobil semakin berkurang. Usut punya usut ternyata kami sudah mengarah ke Solo...alamak!

Seandainya siang hari sih, mungkin kami nekad terus ke Solo...sekalian jalan-jalan! Sayangnya saat itu malam hari, dan kami sama sekali tidak menguasai medan. Beruntung kami akhirnya bisa sampai ke rumah yang dituju. Benar-benar jadi sebuah kejutan, bukan saja karena kedatangan kami...tapi juga jam kedatangannya yang sudah cukup malam untuk bertamu ukuran disana.

Sebenarnya kegunaan kijang buat saya bukan cuma untuk bekerja dan jalan-jalan. Waktu krisis moneter melanda Indonesia, salah satu proyek yang dikerjakan suami saya adalah milik seorang importir. Usahanya benar-benar terganggu karena kurs dollar yang membumbung tinggi. Ketika itu biaya pekerjaan yang sedang dikerjakan juga bertambah, jadilah pemberi tugas itu kesulitan mencari uang tunai untuk membayar. Akhirnya terjadinya perdagangan model zaman terkuno di dunia...barter! Tentunya masih tukar tambah. Kami dapat mobil sedan buatan Korea yang masih baru, sementara kami memberikan kepadanya sebuah mobil kijang yang lebih tua dari usia mobilnya sebagai pengganti alat akomodasi beliau. STNK mobil sedan itu kemudian kami masukkan sebagai agunan ke bank untuk modal usaha.

Karena bensinnya lumayan boros, akhirnya mobil sedan itu kami jual dan kembali lagi membeli mobil Toyota Kijang. Pilihan ini terutama karena harganya yang tidak terlalu jatuh di pasaran. Lagipula dengan hadirnya buah hati kami, maka mobil keluarga yang nyaman perlu mampu memuat banyak tetek bengek. Maklum, perjalanan singkat membawa bayi bawaannya bagaikan pindah rumah...

Rasanya memang kijang ini serba guna, dari fungsi pengangkutan sampai fungsi sebagai barang agunan bisa diembannya!

Wednesday, 11 June 2008

Kisah-kisah bersama kijang (saat mahasiswi)...


Saya senang mengendarai Toyota Kijang karena body mobil yang besar. Maklum saya sendiri badannya lumayan besar, jadi rasanya seperti raksasa kalau harus keluar dari mobil kecil. Naik kijang lebih seimbang...

Sebenarnya waktu kuliah tidak naik kijang, saya lebih sering naik mobil sedan. Tapi untuk urusan kegiatan mahasiswa terkadang kami terpaksa minta izin pinjam mobil kijang ayahku. Maklum kalau dengan sedan agak sulit membawa properti yang besar. Pernah suatu ketika saya meminjamkan mobilku ke seorang teman yang sedang bertugas mencari dana, saat itu saya tidak ikut dalam mobil itu. Eh tidak dinyana ayahku melihat mobil yang seharusnya dikendarai putrinya berjalan di jalan tanpa sang putri di dalamnya. Tentu saja saya kena tegur.

Belum kapok juga, sekali lagi mobil itu saya pinjamkan ketika kepepet untuk mengantarkan parsel untuk mencari dana tambahan kegiatan. Tidak ada waktu untuk minta izin...lah waktu itu HP belum zaman! Sial benar, temanku nabrak sepeda motor entah ketabrak atau memang dia yang nabrak, yang penting harus pertanggung-jawaban ke orang tuaku! Waduh, rasanya kebingungan benar karena waktu meminjam saya tidak bilang sama sekali bahwa mobil itu akan dipakai orang lain...

Kegiatan waktu itu melibatkan dua sekolah, universitas Trisakti dan LPK Tarakanita, jadilah dua orang wakil dari Unit Kegiatan di kedua universitas itu menemaniku menghadap ayahku untuk pertanggung-jawaban "dosa"...Ayahku nggak minta diganti sih...cuma harap maklum saja kalau kami dapat kuliah gratis soal tanggung jawab dan etika pinjam meminjam....he...he...he...

Kijang memang paling canggih dalam mengangkut banyak orang. Jadi ketika akan ujian akhir dan kami akan ke Bandung mencari data ke perpustakaan Parahyangan dan ITB, lagi-lagi teman yang punya kijang yang berjasa jadi sarana transportasi kami...
Ya lumayan deh, dari yang fungsional sampai yang per"keceng"an bisa berjalan mulus.

Adikku kemudian juga identik dengan kijangnya, kijang dia waktu itu berwarna merah marun, belakangan diganti warna merah cerah. Dan jadilah dia ikutan memerahkan Jakarta ketika masa-masa kampanye berlangsung...satu kijang memang bisa mengangkut se RT!

Pernah juga aku panik kehilangan kijang, bukan seperti Laksmana yang terus memburu kijangnya ke dalam hutan...aku malah terpekur kebingungan karena kijangku yang diparkir di tepi jalan di depan Trisakti menghilang. Rupanya ada penertiban parkir, tapi karena yang menertibkan sudah pergi maka banyak mobil sudah parkir lagi di depan kampus. Sementara itu aku pusing tujuh keliling karena mobilku yang tadi terparkir di situ sudah berganti rupa. Oalah...rupanya mobilku kena derek ke Komdak...hu..hu...hu...panik habis soalnya saya kira yang ngambil maling mobil biasa...