Tuesday, 2 September 2008

Ayo Berbagi, Bukakan Jendela Dunia Bagi Sesama...

Minggu, 31-08-2008 11:57:28 oleh: Retty N. Hakim
Kanal: Gaya Hidup

Bagi saya, ungkapan “buku adalah jendela dunia” sangat bermakna, karena buku memang membukakan mata saya terhadap banyak hal yang ada di dunia ini. Saya sudah bisa bermimpi tentang Eiffel dan Louvre, sebelum bisa menjejakkan kaki kesana, karena membaca buku. Saya sudah bisa membayangkan alam di dasar laut (walaupun sampai sekarang tidak bisa menyelam) karena buku dari Jules Verne.

Buku adalah dunia yang menawarkan berbagai pengetahuan dunia. Televisi juga memperkaya pengetahuan saya, tapi ada satu hal yang tidak sanggup ditawarkannya…kemampuan berkhayal! Televisi maupun film memperlihatkan aspek yang ada, yang tertangkap oleh sutradara maupun lensa kamera, tapi ia tidak mampu memberi waktu untuk mengembangkan imajinasi dan penalaran.

Mungkin itu sebabnya saya kurang suka menonton film yang sudah saya baca terlebih dahulu versi cetaknya. Terkadang ekspektasi terhadap karakter dan pertokohan lebih kuat di dalam imajinasi daripada di dalam tampilan film. Rasanya saya tidak sendirian dalam hal ini, seorang teman berkomentar setelah menonton film ‘Ayat-ayat Cinta’: “Ah, nyebelin…lain dari bukunya, di film Maria itu sempat sembuh dan mereka hidup bertiga satu rumah.” Ya, sebenarnya sih keadaan Maria di saat sakit dan menjelang kematiannya itu yang sangat kuat membawa pesan kemanusiaan buku ‘Ayat-ayat Cinta’, tetapi film yang terlalu terpaku pada buku bisa jadi tidak akan menarik bagi pemirsa layar kaca maupun layar lebar.

Ketika dahulu menonton film televisi ‘Dunia Tanpa Koma’, rasanya tidak sabar ingin mencari dan membaca versi cetaknya saja. Pergulatan pikiran, maupun kekuatan karakter (walaupun berhasil ditampilkan dengan baik oleh para pemain dan sutradara) rasanya akan lebih pas bila saya kembangkan sendiri dalam imajinasi. Bila kehilangan satu episode saja bisa jadi ada hal penting yang terlepas dari pengamatan.

Dengan buku tidak ada adegan yang terlepas, karena setiap saat ada kemungkinan untuk kembali lagi membaca bagian yang sudah lalu. Hal itu terutama sering saya lakukan ketika membaca buku karangan Agatha Christie, atau cerita misteri lainnya.

Dari buku fiksi saya memang banyak juga belajar tentang karakter dan emosi manusia. Dari buku ilmu pengetahuan dan teknologi saya belajar banyak hal-hal baru dalam dunia pengetahuan. Setiap buku menyumbang isi dari memori di komputer tercanggih ciptaan Tuhan yang harus saya jaga ini…

Banyak orang yang karena keterbatasan mereka tidak bisa memperoleh jendela dunia ini, karena itu tidak ada salahnya bila kita yang mampu ikut menolong memberikan jendela-jendela itu.

Para blogger yang sedang bersiap-siap menyambut Pesta Blogger 2008 rupanya menyadari hal ini. Karena itu salah satu dari bagian gerakan “blogging for society” menyertakan acara menyumbang buku bagi orang-orang yang membutuhkannya (lihat http://1000buku.dagdigdug.com/faq/ dan http://1000buku.dagdigdug.com/2008/08/29/kumpul-blogger-kumpul-buku/).

Disamping kegiatan kumpul 1000 buku itu, ada juga kegiatan menyumbang buku untuk tunanetra. Caranya? Bisa dengan memberi bantuan tenaga untuk mengetik buku, atau bagi penulis bisa memberikan izin pemakaian soft copy bukunya agar bisa diterbitkan dalam buku Braille. (Untuk lebih jelasnya baca di http://www.mitranetra.or.id/puisi/)

Ada banyak kegiatan sejenis yang menantikan uluran tangan anda. Ayo kumpulkan buku-buku yang tidak anda baca lagi, dan sumbangkan! Atau…anda mau menyumbang buku yang baru? Lebih indah lagi!

Books are the window to the universe. This statement is so true for me! I've been dreaming about the Eiffel tower and Louvre long before I could fly over to France.
I can imagine the life under the sea from Jules Verne's story eventhough I've never been able to dive into the sea...even today!

Indonesian bloggers were also concern about the availability of books for those who don't have access to books, so one activity in its "blogging for society" is collecting books for those whose in need of it.

This post is to make people aware to the activity
, but also to remind them that there are other community who also in need of books...those visually impaired people. I think it is important to help providing books in Braille. Listening is off course easier than reading, so we do need to help make reading easier for them! Books in Braille is much more expensive than normal printed books. So, a writer who can help giving the soft copy of his/her books to the Yayasan Mitranetra is really something helpful for them.

Helping out with book donation is opening the window to others...

1 comment:

Anonymous said...

Saya pernah menghadiri sebuah presentasi yang akhir sesi mengajak hadirin membeli buku cerita untuk anak-anak. Yang menarik adalah konsep soal Golden Age: usia BAWAH LIMA TAHUN. Usia 0-4 tahun, adalah masa terbaik anak-anak membaca (=dibacakan) buku, karena pada masa tersebut daya rekam anak2 sangat kuat. Selain sekaligus menjadi sarana untuk mengajarkan membaca (sarana membuka wawasan), juga mengajarkan nilai2 lainnya.

Salam,
Inge Sundoko