Monday, 22 September 2008

Saatnya Kaum Muda Bersuara dan Bekerja

Minggu, 21-09-2008 07:37:26 oleh: Retty N. Hakim
Kanal: Peristiwa

Sebelum portal jurnalisme warga lahir di Indonesia, sebenarnya jurnalisme warga sudah ada. Bentuk jurnalisme warga yang paling mendasar adalah surat pembaca. Ketika ruang untuk berbagi kisah dan berbagi komentar terasa semakin penting, sementara dunia maya semakin memperbesar kemungkinan pertemuan yang sulit terjadi di dunia nyata, maka internet pun mulai dilirik untuk ruang pertemuan ini. Mailing list alias milis bisa menjadi sarana bertukar e-mail dalam kapasitas ruang komunikasi, dan juga berfungsi sebagai corong suara pembaca.

28 Juni 2004 adalah hari ulang tahun harian Kompas, dan seorang pemuda bernama Agus Hamonangan mencari-cari ruang pertemuan para pembaca harian Kompas di dunia maya. Tampaknya ruang ini belum tercipta, sehingga dengan modal nekat ia mencoba membuat ruang tempat bertemunya para pembaca kritis dari harian terkemuka di Indonesia ini. Milis Forum Pembaca Kompas lahir tanggal 30 Juni 2004, sebuah milis yang berdiri sendiri, bukan berasal dari dalam organisasi harian Kompas, melainkan murni dari pembaca setia harian ini dengan moderator Agus Hamonangan sendiri. Benar-benar nekat karena saat itu Agus sendiri belum begitu mengenal dunia milis dan perangkat penunjang kerja moderator milis.

Setelah empat tahun berlalu ternyata milis Forum Pembaca Kompas kini sudah menerima sebanyak 7400 anggota. Jumlah yang kecil bila dibandingkan dengan tiras pembaca harian Kompas yang di wikipedia (dibaca di bulan September 2008) dituliskan sebesar 2,25 juta orang pembaca di seluruh Indonesia. Tetapi sebagai ruang pertemuan dimana pembaca dari berbagai tempat di dunia bisa bertemu, tempat diskusi antara penulis dan pembaca, atau hanya sekedar diskusi antara pembaca harian, maka di ruang ini terasa benar suasana berpikir kritis, kepedulian terhadap Indonesia, dan komunikasi dalam suasana demokrasi yang kental. Kualitas dan intensitas komunikasi antar pembaca sangat terasakan.

Tampaknya kehadiran Milis Forum Pembaca Kompas (FPK) ini, walaupun bukan dibidani oleh orang dalam harian ini, juga menjadi sarana komunikasi untuk mengetahui kebutuhan dan aspirasi pembaca harian Kompas. Tidak heran kalau harian Kompas berbaik hati mensponsori pertemuan atau kopi darat ke-5 dari Milis FPK ini di DLoungeXXI, Plaza Senayan. Pertemuan dengan agenda diskusi, buka puasa bersama, serta nonton bareng film Mamma Mia di studio XXI itu, juga mendapat tambahan sponsor dari Indosat berupa tiga buah hadiah door prize yang cukup menggiurkan. Serunya mendapat hadiah tentu sangat menarik, tapi yang lebih seru adalah berkenalan dengan wajah-wajah yang sebelumnya hanya dikenal di dunia maya lewat nama dan e-mail.

Acara diskusi mengetahkan tiga orang pembicara yaitu Sandiaga Uno (sebagai pengusaha muda), Yanuar Risky, analis independen pasar modal- yang juga ketua OPSI (Organisasi Serikat Buruh Indonesia)- sebagai ekonom muda, serta Budiman Sudjatmiko (sebagai politisi muda). Dengan moderator Stefanus Herminoto (Totot), ketiga pembicara mengemukakan pandangan mereka yang bertolak dari pengalaman mereka masing-masing di bidangnya.

Sandiaga Uno lebih menekankan perlunya kaum muda untuk percaya diri dan benar-benar menyingsingkan lengan baju agar bisa ikut serta menyumbangkan sesuatu bagi kemajuan bangsa. Perlunya kaum muda ikut mengusakan peningkatan keberdayaan masyarakat, melalui Usaha Kecil Menengah (UKM) dan kewirausahaan misalnya, agar dalam jangka lima sampai sepuluh tahun ke depan jumlah penduduk miskin Indonesia berkurang paling tidak sepertiga dari jumlah yang ada sekarang.

Yanuar Rizky sebagai pembicara kedua, lebih menekankan perlu adanya komunikasi untuk memperkecil perbedaan antara teori dan kenyataan di lapangan. Pemimpin yang diperlukan menurut Yanuar Rizky adalah pemimpin yang mampu mengubah hal yang negatif menjadi positif, yang memiliki kualitas KAMPRET yang bukan codot, melainkan yang memiliki aspek Kreatif, Aktif, Mandiri, Produktif, Reaktif, Energik, Terintegrasi. Friksi antara pengusaha dan pekerja juga terjadi karena tidak adanya komunikasi. Karena itu dalam pemikirannya, yang penting bagi bangsa ini adalah bagaimana mempunyai lembaga mediasi, dan bagaimana sistim jaminan sosial bisa bekerja agar terjadi peningkatan taraf hidup orang banyak. Peran dan dukungan pemerintah sangat dibutuhkan disini, sebagai contoh diberikan betapa tinggi tingkat kenaikan orang kaya di Cina karena adanya dukungan kebijakan pemerintahnya. Demikian pula dikisahkan perlunya dukungan dari generasi tua kepada generasi pimpinan yang lebih muda seperti yang dilihat dari Cina dan Singapura.

Budiman Sudjatmiko sebagai pembicara menceritakan asal muasal dia berniat terjun masuk ke dalam sistem pemerintahan. Menurutnya tidak bisa generasi muda hanya berteriak-teriak dari luar sementara pekerjaan yang ada berada di dalam sana. Bila ia membandingkan keadaan di Amerika, merujuk pada fenomena Kennedy dahulu maupun Obama kini, maka keadaan Indonesia seharusnya jauh lebih kondusif untuk kaum muda. Demokrasi di Indonesia diperjuangkan oleh orang muda, sehingga mereka berhak untuk ikut menjalankannya. Yang terpenting dari perjuangan itu bukan sekedar membuka pintu demokrasi, melainkan perlunya proses lebih lanjut yang bisa menghasilkan hasil yang memuaskan. Berkaca dari pengalaman Gus Dur sebagai presiden, maka Budiman menegaskan pentingnya strategi dan manajemen dalam melaksanakan niat baik. Gus Dur menurutnya mencoba melakukan terlalu banyak niat baik secara bersamaan tanpa dukungan strategi dan manajemen yang tepat.

Menaggapi pandangan Yanuar Rizky mengenai sistem jaringan sosial, Budiman mengajukan pemikiran mengenai perombakan sistem dimana Jamsostek bisa dikendalikan oleh serikat buruh dan masyarakat sipil. Terdapat dua pilihan, bisa seperti Jerman dimana jaminan kesehatan dan hari tua dipegang oleh masyarakat sipil (civil society), atau seperti di negara Amerika Latin, misalnya Venezuela, dimana peran pemerintah sangat dominan dan pihak swasta tidak boleh masuk ke wilayah strategis. Demikian juga ada dua pilihan antara mengikuti pola Communitarian Democracy seperti Jerman, Jepang, dan Perancis, atau berkiblat kepada Individualist Democracy seperti di Amerika dan Inggris.

Seorang aktivis dari Jepang pernah mengakui kepada Yanuar Rizky bahwa mereka mengembangkan organisasi pekerja mereka berdasarkan union solidarity yang mereka pelajari dari Indonesia pada tahun 1948. Pola komunitas masyarakat Indonesia dan nilai-nilai dasar seperti gotong royong sebenarnya sudah sangat menunjang sebagai dasar untuk kesuksesan kita. Bila ada kerjasama dari berbagai pihak, gotong royong dengan strategi dan manajemen yang jelas, maka Indonesia bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi dan menata kembali kehidupan yang lebih baik.

Milis FPK karena kemajemukan anggotanya mungkin bisa dianggap sebagai Indonesia kecil, dan dengan memanfaatkannya sebagai sarana komunikasi niscaya suara-suara yang berbeda, yang menyuarakan kepentingan rakyat, kepentingan bangsa, akan bisa bergaung lebih keras lagi. Semoga…(tapi jangan lupa singsingkan juga lengan baju dan mulai ikut bekerja).



Oleh-oleh dari Kopdar 5 Milis Forum Pembaca Kompas, 19 September 2008

Baca juga:

http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/message/100762

Ingin ikutan milis? Daftar di: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com

1 comment:

tuhu said...

Wahhh hebattt, tampak selalu aktif di berbagai komunitas blogger yahhh