Tuesday 26 February 2008

Wikimu Ikut Mewarnai Pluralisme Media di Indonesia

Usia wikimu.com sudah lebih dari satu tahun, tapi perkenalanku secara pribadi baru akan menginjak satu tahun bulan Februari ini. Banyak pengalaman yang saya dapatkan dari komunitas wikimu.com, dan banyak refleksi yang muncul dari keterlibatan sebagai pewarta warga. Tulisan ini adalah bagian dari refleksi setahun bergabung sebagai pewarta warga di wikimu.com, sekaligus refleksi bacaan saya seputar Hari Pers Nasional.

Dalam tulisan Opini "Pluralisme dalam Media" di harian Media Indonesia Jumat, 8 Februari 2008, Toeti Adhitama, mantan penyiar televisi senior yang sekarang menjadi Ketua Dewan Redaksi Media Group, dalam paragraf terakhir tulisannya juga menyinggung kehadiran warta on line di dunia maya.

"Melejitnya kemajuan teknologi informasi juga membuka vista dan ramalan baru. Kabarnya, pelan-pelan penerbitan pers akan tersingkir, diambil alih oleh kiprah dunia maya. Kapan ramalan itu terwujud akan ditentukan oleh kecanggihan pendidikan dan naiknya tingkat ekonomi. Apa pun, rasanya sementara ini ia bukan akan menyingkirkan yang sudah ada, melainkan menambah variasi dalam pluralisme media. Ini diperlukan di negara yang penduduknya heterogen dengan jumlah makin mendekati seperempat miliar manusia," demikian tulisnya.

Jumlah penduduk yang sangat besar di atas ternyata tidak didukung dengan daya baca yang kuat. Sebuah tulisan lain dari Endy M. Bayuni (The Jakarta Post, February 9, 2008) dalam judul "Time for a reality check on National Press Day" menggambarkan tiras harian cetak di Indonesia yang berkisar antara 6 sampai 7 juta cetakan per hari. Dengan asumsi semua harian tersebut terjual dan setiap satu edisi cetak dibaca oleh lima orang, maka tingkat penetrasi baca sebuah harian cetak adalah 15% dari total 240 juta penduduk Indonesia.

Lebih lanjut Endy M. Bayuni mengatakan bahwa harian Kompas yang terbesar sirkulasinya di Indonesia ternyata tidak berhasil masuk daftar 100 besar harian global dalam pencatatan the World Association of Newspapers. Padahal dalam daftar itu terdapat harian dari India, China, dan Thailand.

Alasan klasik yang sering dimunculkan para editor atas rendahnya angka distribusi ini menurut Bayuni adalah rendahnya minat membaca penduduk Indonesia dan sulitnya distribusi harian di negara kepulauan ini. Walaupun Indonesia memiliki jumlah penduduk yang terbebas dari buta huruf lebih banyak dibandingkan dengan China dan India, dan kondisi ekonomi Thailand hanya sedikit di atas Indonesia ternyata harian kita tertinggal dalam meraih jumlah pembaca.

Bila kita kembali menengok opini Toeti Adhitama maka ada satu kalimat yang digarisbawahi oleh editor harian Media Indonesia, yaitu: "Masyarakat tersusun dalam tingkatan, kelas, dan kelompok yang berbeda-beda. Setiap kelompok menginginkan kebutuhannya akan bacaan dan tontonan terpenuhi."

Membaca kebutuhan masyarakat yang heterogen seperti Indonesia tentu saja sangat sulit. Dalam kebutuhan inilah tampaknya kebebasan pers bagi umum terisi oleh jurnalisme warga. Ada suara-suara yang terkadang tidak mendapat tempat di ruang harian cetak karena sifat industri pers yang juga bersifat bisnis bisa jadi membatasi ruang opini publik.

Kedua penulis yang saya kutipkan tulisannya di atas sama-sama mempertanyakan kontribusi pers terhadap masyarakat. Apakah kebebasan pers yang diperoleh melalui reformasi sudah berpihak dan memberi tempat kepada suara masyarakat? Tuti Adhitama secara jelas menuliskan: "Kalau lembaga pers tidak cukup peka mendengarkan aspirasi mereka, itu berarti tertutuplah saluran untuk menyuarakan aspirasi mereka. Demo-demo yang disebut parlemen jalanan mencerminkan situasi ini."

Saya berharap kehadiran jurnalisme warga di internet bisa menjembatani kebutuhan ini. Mungkin seperti yang dituliskan seorang seorang wartawan Suara Pembaruan dalam tulisannya berjudul: Jurnalisme Warga "Wahana Unek-unek" di Suara Pembaruan Minggu, 10 Februari 2008. Jurnalisme warga mengangkat unek-unek masyarakat. Dalam artikel ini kebetulan yang diangkat adalah situs jurnalisme warga Wikimu. Salah satu hal yang menarik dari jurnalisme warga ini menurut sang penulis artikel adalah beragamnya cara penulisan kontributor.

Dalam pandangan saya sebagai pembaca wikimu, memang keberagaman cara pandang dan gaya menulis ini memang menarik sekali untuk dikaji. Yang unik di wikimu, di balik perbedaan gaya itu benang merah dari isi berita senantiasa saling mengisi. Satu berita yang sama seperti berita kematian mantan presiden Soeharto ternyata bisa mengangkat berbagai kontribusi tulisan. Bahkan dari diskusi dalam kolom komentar mengenai perlu tidaknya pemasangan bendera setengah tiang bagi warga, bisa menjadi panduan wartawan profesional untuk mengangkat suara warga.

Internet memang menjadi sebuah pintu ajaib yang membuka ruang untuk keberagaman. Kebutuhan akan bacaan yang sesuai dengan kebutuhan berada dalam genggaman jemari, walaupun mencari yang paling sesuai dengan kebutuhan bisa juga bagaikan mencari jarum dalam tumpukan jerami.

Satu hal yang agak menyulitkan saya sebagai kontributor warga di internet untuk mempromosikan harian cetak nasional adalah kesulitan menempatkan link dari harian nasional. Seringkali link yang saya buat hari ini, keesokan harinya sudah tidak bisa diakses. Untuk mencari berita yang pernah terbaca di edisi cetak juga perlu mencatat dengan rinci judul tulisan dan tanggal terbitnya agar bisa mudah mencarinya melalui mesin google. Dengan perbaikan sistem online harian cetak, maka para pewarta di internet lebih mudah memperkenalkan suara-suara Indonesia kepada masyarakat global.

Keterbukaan dan kebebasan pers yang saling berbagi antara media cetak konvensional dan media yang mewadahi warga di internet bisa saling mendukung. Kontributor yang mewakili suara warga di internet selain menyuarakan suaranya sendiri juga perlu melihat ke sekelilingnya, kepada masyarakat yang miskin, lemah, dan tidak mampu bersuara sendiri. Penetrasi internet di Indonesia masih kurang sanggup menjangkau masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah, karena itu dibutuhkan corong-corong lain yang mampu menyuarakan suara kaum yang terpinggirkan.

Wikimu dengan gaya khasnya terkadang terasa sebagai penyedia layanan blog hosting, dengan tempat yang tidak terbatasi oleh satu tema khusus sebagai fokus dari komunitasnya. Tapi dengan gayanya ini wikimu benar-benar menarik orang untuk tidak sekedar membaca melainkan juga untuk belajar menuliskan pandangannya. Kemampuan untuk membaca pandangan orang lain, dan mengajukan pendapat pribadi menjadi bagian dari praktek pembelajaran demokrasi.

Waktu akan menguji ketangguhan wikimu dalam menjaga citra dan daya tahan eksistensinya. Bagaimanapun antara idealisme dan bisnis akan selalu timbul gesekan-gesekan yang bila dicermati dengan bijaksana akan menghasilkan kekuatan yang sangat potensial untuk terus mewarnai pluralisme media di Indonesia. Selamat mengisi wikimu dengan keberagaman warna kita!

No comments: