Wednesday 12 March 2008

Mari Bantu Pelajar Tunanetra Menyelami Lautan Ilmu!

Harian Kompas kemarin (Selasa, 4 Maret 2008) mengangkat dalam rubrik Humaniora Terawang artikel mengenai pelajar tunanetra berjudul "Kegigihan Menyelami Lautan Ilmu". Pendidikan bagi anak tunanetra serta ketersediaan sarana belajar seperti buku juga menjadi topik utama yang diangkat oleh Yurnaldi dalam tulisannya ini.

Di sana juga disebutkan kebutuhan mereka akan buku-buku serta alat peraga untuk meningkatkan pendidikan anak-anak. Rasanya bacaan bermutu juga merupakan kebutuhan utama guru-guru mereka. Sebagian besar dari guru-guru ini juga tuna netra.

Kehausan anak-anak ini terhadap bacaan ditampilkan dengan gambar Nono yang memiliki keterbatasan penglihatan sehingga masih mampu membacakan buku bagi teman-temannya tapi dalam jarak baca 2 - 3 cm. Ketika ada yang menyapanya maka pertanyaan Nono membalas sapaan itu adalah: "Ada buku lain, tidak?" Mereka juga rindu buku sastra dan ilmu pengetahuan umum lainnya.

Membuat buku bertulisan Braille ternyata membutuhkan biaya yang jauh lebih tinggi dari biaya produksi buku biasa. Bila buku cetakan biasa dari antologi puisi "Angin pun Berbisik" bisa dibeli publik dengan harga jual Rp. 28.000,- maka untuk versi Braille diperlukan biaya yang jauh lebih besar untuk sekedar biaya pengganti kertasnya.

Dari percakapan e-mail dengan Irwan Dwi Kustanto, salah satu penulis puisi di buku antalogi "Angin pun Berbisik" (baca http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=6078 ) yang juga aktivis Yayasan Mitranetra, saya memperoleh beberapa tambahan pengetahuan. Buku untuk tunanetra bisa dalam tiga bentuk yaitu cetak versi Braille, audio, dan e-book. Dari ketiga bentuk ini versi Braille yang paling tinggi ongkos produksinya, bisa sepuluh kali biaya produksi buku biasa. Buku versi ini sangat cocok untuk jenis bidang studi eksakta yang susah dibayangkan seperti matematika, kimia, dan fisika. Buku Braille ini juga cocok untuk pelajaran bahasa asing. Buku-buku dalam bentuk audio dan cd di Yayasan Mitranetra banyak digunakan untuk buku-buku ilmu sosial. E-books sendiri banyak digunakan untuk buku-buku populer.

Biaya produksi buku versi Braille sekarang bisa ditekan dengan munculnya relawan yang membantu mengetikkan buku ataupun izin menggunakan soft copy dari pengarang dan penerbit untuk menerbitkan buku versi Braille. Saat ini menurut mas Irwan, biaya tersebut bisa ditekan sehingga biaya produksi buku versi Braille kira-kira hanya lima kali lebih mahal dari biaya produksi buku biasa. Biaya ini untuk sementara tidak bisa diturunkan lagi karena cetakan dalam huruf Braille membutuhkan kertas ukuran 10 x 12 inch dengan ketebalan 160 gram, yang harganya sepuluh kali lebih mahal dari kertas HVS 70 gram.

Bagaimana membantu mereka yang juga ingin belajar tapi terhalang kendala fisik seperti tunanetra? Bantulah gerakan "Seribu Buku untuk Tunanetra"!

Buat rekan-rekan yang penulis bisa membantu memberikan soft copy tulisannya kepada Yayasan Mitranetra untuk dibuatkan versi Braillenya. Atau bila rekan-rekan belum sampai menerbitkan buku, bagaimana bila membantu mengetikkan buku menarik yang pernah anda baca? Bisa juga, seperti yang diceritakan di Kompas, membantu mereka dengan menjadi relawan yang memberikan layanan baca bagi orang-orang yang sangat haus akan bacaan dan pengetahuan ini.

Melalui seorang citizen reporter OMNI (OhmyNews International), Peter Hinchliffe, saya mengenal sebuah harian khusus bagi tunanetra di Inggris. Keberadaan KR Talking News, atau disebut juga Kirklees Recorder, adalah surat kabar/majalah dalam bentuk rekaman sepanjang 90 menit ini tidak lepas dari bantuan penerbit harian atau majalah yang mengizinkan mereka menggunakan bahan yang terdapat dalam penerbitan harian atau majalah itu. Tidak jarang wartawan dari harian atau majalah tersebut juga datang menjadi relawan untuk membacakan berita yang akan direkam. Rekaman dalam bentuk kaset ini dibagikan setiap dua hari sekali, dan setelah didengarkan diminta untuk dikirimkan kembali ke redaksi. Keadaan ini akan sangat membantu bagi mereka yang memiliki kemauan besar untuk terus menambah pengetahuan.

Sama dengan kebutuhan buku bagi warga lainnya, kendala kepemilikan komputer maupun perangkat elektronik masih sangat tinggi di Indonesia. Bagaimana mencapai mereka yang jauh dari kemajuan teknologi? Jadilah tangan-tangan penolong, atau suara-suara yang mencerahkan. Bantuan anda akan membantu mereka menyelami lautan ilmu!


Kamis, 06-03-2008 08:57:09 oleh: Retty N. Hakim
Kanal: Peristiwa

No comments: